Pernah satu kali ada orang yang datang kepada Umar bin Khatab Radhiyallahu’anhu lalu berkata, “saya mencintai fulan”. Kebetulan orang itu dianggap orang yang beribadah lebih baik daripada dia. Kemudian Umar berkata, “apa kau sudah pernah safar dengan dia?”.
Kata orang itu, “belum”.
Kata Umar, “kau belum mengenalnya”.
Artinya salah satu pelajaran yang bisa kita ambil persahabatan itu kelihatan dengan pengorbanan. Bahkan Imam Syafi’i Rahimahullah mengatakan, “siapa yang menganggap tidak akan terjadi permasalahan dengan sahabatnya maka dia tidak normal”. Karena pasti dalam berteman ada adaptasi, kadang-kadang ada cekcok atau salah paham tetapi sabar dalam keadaan tersebut dan mengajak teman kita kepada kebenaran atau kita meminta maaf kalau salah itu justru mempererat hubungan kedepannya karena sudah melalui suka dukanya. Untuk persahabatan yang telah dijalani selama 10 tahun atau 20 tahun.
Umar bin Khatab mengatakan, “salah satu pola untuk mengetahui apakah kita baik dengannya atau dia baik dengan kita adalah safar bersama”. Karena orang kalau safar biasanya merasa capek, letih, butuh pengorbanan waktu, energi maka disini dilihat loyalitasnya. Umar mengatakan,”kalau kau menganggap dirimu sahabatnya dia, diapun sahabatmu maka buktikan dengan safar”.
Jadi banyak orang begitu ketika berteman di kota baik-baik saja tetapi saat safar bersama menjadi emosional, bakhil/ pelit, tidak mau membelikan apa-apa, tidak mau berkorban apa-apa. Ada orang seperti itu saat bersafar dengan temannya tidak mau keluarkan bensin, tidak mau mengeluarkan uang untuk tol, saat berhenti di restaurant juga tinggal tunggu hanya menitip makanan untuk dibelikan juga tanpa membayar apapun sama sekali. Orang seperti ini tidak ada loyalitasnya, tidak layak menjadi sahabat ini.
Sumber: Ustadz Khalid Basalamah