people walking beside the rocky mountain

KDRT di Ambil Hikmahnya

Berbicara mengenai KDRT (kekerasan dalam Rumah Tangga) artinya membahas tujuan pernikahan dan kenapa harus menikah? Kenapa seorang wanita menerima lamaran pria tersebut? Dan mengapa laki-laki itu meminang perempuan tersebut?

Pernikahan bukan untuk sekedar melampiaskan syahwat di dalam konteks agama yang halal. Bukan! Ada tujuan yang besar dari tujuan pernikahan. keberlangsungan wujud manusia di muka bumi merupakan salah satu dari hikmah pernikahan. Tatkala Allah ﷻ menciptakan Nabi Adam sendirian, apakah mungkin akan ada kelanjutan kehidupan manusia setelah itu? Tidak ada! Maka Allah ciptakan Hawa yang dari keduanya terciptalah manusia yang banyak.

Tatkala seseorang mengetahui tujuan pernikahan maka إِنْ شَاءَ ٱللَّٰ (InsyaaAllah) segala problematika yang biasa terjadi di dalam rumah tangga akan bisa dihadapinya. Tetapi terkadang tujuan pernikahan tersebut tidak tercapai maka perpisahan adalah solusi. Jadi apabila terjadi KDRT di dalam rumah tangga, apakah pernikahan ingin dilanjutkan atau tidak sebenarnya kembali kepada tujuan pernikahan. Dapat atau tidak yang diinginkan dari tujuan pernikahn tersebut. Sebagian dari kita di negeri kita disibukkan dari urusan Fulan dan Fulana dengan membaca berita ribut dalam rumah tangga, KDRT, dsb., hanya karena ingin mengetahui bagaimana kelanjutannya.

Cobalah hal tersebut diganti dengan membaca Al-Qur’an maka ada berapa banyak pahala yang bisa kita peroleh. Coba jika kita beristighfar maka ada berapa banyak dosa yang dihapuskan. Coba dialihkan dengan berdzikir bayangkan ketenangan dan kedamaian yang akan kita rasakan. Tapi ternyata kita disibukkan dengan berita Fulan dan Fulana yang dengan berbagai komentar baik dari keluarga, sahabat, pengacara, pihak kepolisian dan netizen hingga mengetahui hasil akhirnya. Dalam proses terjadinya bertanya-tanya, mengapa bisa terjadi masalah tersebut, penyebab terjadinya apa, kenapa dll.

Ingat waktu terbatas, ada hal yang lebih penting seharusnya kita pikirkan, ada perkara-perkara yang seharusnya kita pelajari, kita renungkan kemudian diikuti. Bukan membicarakan Fulan dan Fulana, tetapi karena sudah terjadi serta kebanyakan orang itu suka dengan hal-hal yang tidak bermanfaat. Maka disini kita membahas hal-hal yang bermanfaatnya. Dibawah ini akan kita bahas bagaimana cara menyelasaikan masalah sesuai dengan agama Islam.

Seseorang menikah tujuannya adalah ibadah, mencari teman menuju Allah ﷻ , mencari pendamping yang dapat mengingatkan ketika kita lupa, memperbaiki ketika kita salah, membangunkan ketika kita tertidur, menghibur ketika kita bersedih, menyemangati ketika kita futur dan perjalanan menuju kepada Allah merupakan perjalanan yang panjang. Dunia ini hanya seperti orang yang tertidur seketika terbangun, ia berada di alam yang berbeda.

Di dalam agama Islam ada perceraian, diatur berapa kali, kapan perceraian itu dianggap sah, dan mungkinkah seorang wanita balik lagi kepada suaminya? Allah mengatakan perceraian/ talaq yang boleh dirujuk, talaq yang pertama mereka berpisah tetapi ternyata mereka berubah pikiran ingin memperbaiki maka silahkan untuk rujuk lalu di tengah jalan ada yang tidak sesuai. Kedamaian dan ketenangan tidak dirasakan, pertengkaran terus terjadi, kemudian cerai lagi lalu masih mungkinkan untuk rujuk? Bisa! Kemudian setelah itu apabila terjadi lagi perceraian selanjutnya maka tidak bisa rujuk sampai wanita tersebut menikah dengan pria lain.

Inilah yang namanya membangun rumah tangga, kamu rujuk kembali, kamu jaga dengan cara yang baik atau jikalau memang tidak dapat dilanjutkan maka pisahlah baik-baik. Dan ingat perceraian hanya memutuskan hubungan suami istri sedangkan hubungan persaudaraan di dalam agama tidak putus. Lalu Allah mengatakan apabila walinya kedua insan ini melihat sudah tidak dapat menegakkan hukum-hukum Allah, tujuan menikah adalah beribadah menegakkan hukum-hukum Allah. Ada kewajiban yang harus dilaksanakan oleh suami dan ada kewajiban yang harus dilaksanakan oleh seorang istri, ada aturan yang telah ditetapkan oleh sang pencipta maka apabila ternyata keduanya tidak bisa menegakkan hukum-hukum Allah, ikhlaskan dan ambil hikmahnya.

Bukan tidak bisa bersenang-senang tetapi berbicara hukum maka kita harus belajar mengenai hukum-hukum Allah di dalam rumah tangga. Kamu sebagai seorang suami, sebagai pemimpin namun ternyata tidak shalat, tidak puasa, maka jika seperti ini dilihat apakah seorang istri masih mampu menasehati suaminya? Masih maukah ia terus mengajak suaminya kepada Allah ﷻ? Kalau tidak! Kata Allah kalau kalian takut mereka tidak dapat menegakkan hukum-hukum Allah maka wanitanya menggugat cerai. Dan barang siapa yang melampaui hukum-hukum Allah maka dia adalah orang-orang yang dzalim. (Al-Baqarah: 229)

اَلطَّلَاقُ مَرَّتٰنِ ۖ فَاِمْسَاكٌۢ بِمَعْرُوْفٍ اَوْ تَسْرِيْحٌۢ بِاِحْسَانٍ ۗ وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ اَنْ تَأْخُذُوْا مِمَّآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ شَيْـًٔا اِلَّآ اَنْ يَّخَافَآ اَلَّا يُقِيْمَا حُدُوْدَ اللّٰهِ ۗ فَاِنْ خِفْتُمْ اَلَّا يُقِيْمَا حُدُوْدَ اللّٰهِ ۙ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيْمَا افْتَدَتْ بِهٖ ۗ تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ فَلَا تَعْتَدُوْهَا ۚوَمَنْ يَّتَعَدَّ حُدُوْدَ اللّٰهِ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ

Artinya: (229) Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan dengan baik, atau melepaskan dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami dan istri) khawatir tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh istri) untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang zalim.

وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ

Artinya: (21) Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.

Pada surah Ar-Rum ayat 21, Allah ﷻ menyebutkan salah satu tanda-tanda kebesaran dan keesaan-Nya yaitu rumah tangga. Allah menjadikan diantara kita mawaddah, warrahmah (cinta dan kasih sayang) tetapi tidak semua rumah tangga dibangun diatas cinta. Apakah rumah tangga yang sampai hari ini bertahan karena mereka saling mencintai? Bukan! Tidak semuanya, boleh jadi mereka mempertahankan rumah tangga itu dalam rangka beribadah kepada Allah ﷻ. Ada sebuah kisah seorang lelaki yang melewati pasangan suami istri di depan rumahnya. Pria ini melihat bahwa suami dari wanita tersebut jelek sedangkan istrinya cantik banget. Dia heran sampai orang tersebut bertanya kenapa bisa sampai mau menikah dengan suaminya? kepada wanita tersebut.

Mungkin saat ini banyak terlihat wanita cantik menikah dengan pria yang tidak tampan karena pria tersebut kaya raya. Biasanya banyak wanita yang menikah dengan seorang pria karena harta dan pria menikah karena kecantikan serta syahwat belaka. Ternyata jawaban dari wanita tersebut, “aku berharap bersama suamiku masuk surga, berharap suamiku bersyukur mendapatkan aku dan aku bersabar dapat pria sepertinya”. Orang yang bersabar dan bersyukur masuk surga. Maka disinilah pria tersebut memahami tidak semua rumah tangga dibangun atas dasar cinta. Ada kasih sayang dan rasa kasihan.

Persoalan KDRT selalu tertuju pada pria yang mendzalimi istrinya tetapi ternyata banyak KDRT yang dilakukan istri kepada suaminya. Namun suami bersabar saat istrinya tidak menurut, istri yang angkat suara dengan teriak-teriak, istri yang tidak bersyukur yang banyak menuntut suaminya, karena KDRT ada yang sifatnya verbal dan mungkin sebagian tidak merasakan hal itu.

اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ ۗ فَالصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُ ۗوَالّٰتِيْ تَخَافُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِى الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوْهُنَّ ۚ فَاِنْ اَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلًا ۗاِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيْرًا

Artinya: (34) Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi, Mahabesar.

وَاِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوْا حَكَمًا مِّنْ اَهْلِهٖ وَحَكَمًا مِّنْ اَهْلِهَا ۚ اِنْ يُّرِيْدَآ اِصْلَاحًا يُّوَفِّقِ اللّٰهُ بَيْنَهُمَا ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيْمًا خَبِيْرًا

Artinya: (35) Dan jika kamu khawatir terjadi persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang juru damai dari keluarga laki-laki dan seorang juru damai dari keluarga perempuan. Jika keduanya (juru damai itu) bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri itu. Sungguh, Allah Mahateliti, Maha Mengenal.

Pada surah An-Nisa ayat 34 – 35, Allah ﷻ menyebutkan tentang posisi suami bahwa seorang suami merupakan pemimpin dan pelindung, dia yang memberikan arahan kemudian istri wajib ta’at dan patuh kepada suami. Ingat ayat ini tidak meyebutkan bahwa suami selalu benar. Namun ia seorang pemimpin sebagai manusia biasa yang mungkin akan melakukan kesalahan maka tetap harus diposisikan sebagai seorang pemimpin karena Allah telah memberikan kelebihan kepadanya, hak cerai ada ditangan seorang suami dan Allah mewajibkan kepada seorang suami untuk memberikan nafkah kepada istri.

Kemudian Allah menyebutkan tentang wanita-wanita yang ta’at dan menjaga dirinya. Ketika suaminya tidak ada maka ia menjaga kehormatan dirinya dengan tidak memasukkan laki-laki ke dalam rumahnya tanpa izin dari suaminya, tidak ada berhubungan dengan laki-laki yang bukan muhrimnya, dll. Lalu bagaimana dengan kondisi wanita yang ditakutkan tidak ta’at, nusyuz, tidak melayani suami? Ada fase-fase perbaikan yang pertama yaitu berikan nasehat dengan cinta dan kasih sayang. Jika istri tetap tidak mau mendengar maka lakukan pisah ranjang untuk menunjukkan keseriusan kita memperbaiki. Dan pukullah mereka jika tidak juga berubah dengan catatan pukulannya tidak melukai (sampai babak belur) dan tidak membahayakan (dengan niat membunuh), yang kedua tidak boleh memukul wajah dan jangan menjelek-jelekkan istrinya dengan lisan. Selanjutnya yang keempat diharapkan ada hasil karena tujuannya memperbaiki maka perlu mempertimbangkan apakah memukul akan memperbaiki istri atau tidak.

Jadi memukul disini bukan karena emosi atau ingin melampiaskan amarah, seperti seorang ayah ketika memukul anaknya merupakan pukulan cinta dan kasih sayang karena seorang ayah menginginkan anaknya berada di jalan yang benar. Hal ini yang terkadang banyak dimaknai berbeda/lain oleh beberapa orang yang belum memahami agama Islam secara utuh. Islam ketika memberikan arahan ini, memukul karena cinta dan kasih sayang untuk memperbaiki dengan berbagai pertimbangan kalau dengan memukul menyebabkan ia menggugat cerai, kabur dari rumah, semakin membenci suaminya maka jangan dilakukan karena ini berarti tidak ada gunanya memukul.

Sekali lagi tolong digaris bawahi di dalam agama Islam memukul diperbolehkan dalam rangka memperbaiki dan disitu ada pertimbangan-pertimbangan dan catatan-catatan yang perlu diperhatikan. Ingat bukan tujuannya kekerasan! Tujuannya memperbaiki maka pukul ia di telapak tangannya seumpamanya agar ia paham bahwasannya serius memberitahukan yang baik. Tetapi kalau tidak ada gunanya maka jangan dilakukan karena dimasa kini justru dapat dilaporkan kepada pihak yang berwajib atau kepolisian.

Sumber: Ustadz Syafiq Riza Basalamah

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *