Pertanyaan
Apakah ada perbankan Syariah yang murni Syariah? Karena kebanyakan labelnya saja Syariah tetapi masih ada unsur riba. Bagaimana cara merubah sistem perbankan di Indonesia?
Jawab
Bank Syariah yang ada, cara standar operasional bank tersebut yang bermasalah sehingga orang-orang melihat dari kasat mata bahwa tidak ada beda antara bank Syariah dengan bank riba, semua hanya di atas kertas saja perbedaannya. Misalkan A membeli rumah KPR melalui bank Syariah maka nasabah ini biasanya tidak dikasih rumah tetapi uang sedangkan kalau anda belanja ke seseorang pasti dikasih barang bukan dikasih uang. Begitu juga dengan B yang KPR melalui bank Konvensional dikasih uang juga, dengan demikian tidak ada perbedaan diantara keduanya.
Kemudian uang tersebut ada bertambah, misalnya dikasih 100 juta ada pertambahannya hanya berbeda namanya kalau di bank Konvensional namanya bunga sedangkan di bank Syariah namanya margin. Maka hanya beda di atas kertasnya saja. Kemudian ketika ada keterlambatan pembayaran, di bank Konvensional namanya denda keterlambatan sedangkan di bank Syariah namanya gharamah tutakhir, pakai bahasa Arab yang artinya denda keterlambatan berarti riba pakai bahasa Arab (Gharamah: denda, takhir: keterlambatan). Maka itu yang terjadi tetapi kalau anda mengerti syariat Allah, anda minta dengan skema anda sendiri kalau bank Syariah tersebut mau, Alhamdulillah dan biasanya ada yang mau.
Ada beberapa bank yang bersedia mengikuti skema anda tadi. Ketika anda mengatakan, “saya yakin dan semua orang muslim Indonesia yakin bahwa bank Syariah di Indonesia hanya nama saja”, biasanya anda ditantang oleh bank tadi dengan menjawab, “siap pak, saya juga ingin masuk surga pak meskipun bekerja di bank, saya tidak ingin masuk neraka. Coba bapak buat skema yang Syariah menurut bapak akan kami ikuti”. Nah persoalannya disini adalah anda dan pihak bank tersebut sama-sama tidak mengerti syariat.
Tetapi kalau anda mengerti syariat lalu anda meminta ke pihak bank bahwasannya anda butuh rumah yang seperti itu, silahkan pihak bank membeli terlebih dahulu setelah menjadi milik pihak bank maka akan anda beli dengan pihak bank tersebut dengan cara menyicil. Kemudian jika ada keterlambatan pembayaran maka tidak ada pertambahan hutang. Kemudian cara pihak bank untuk meminimalkan resiko silahkan rumah tersebut atau barang lain yang anda jaminkan dijual untuk menutup hutang anda lalu sisanya dikembalikan kepada anda. Dan ada bank Syariah yang mau melaksanakan hal tersebut, bahkan lebih dari itu.
Ada salah satu bank Syariah ketika salah seorang yang tinggal di kota wisata mendapatkan proyek pembangunan stasiun LRT dari Blok M ke Thamrin sekitar 10 stasiun, dimana 1 stasiun nilainya 5 Milyar. Bahan bakunya dibeli dari Korea kemudian orang tersebut minta ditemani oleh Ustadz Erwandi Tarmizi untuk mendampinginya saat melakukan akad dengan bank Syariah agar selamat dari hal yang haram. Pertama datang ke bank Syariah X lalu bank mau membuatkan akad murabahah, kami belikan bahan-bahan baku material yang anda inginkan nanti kalian bayar ke kami dengan cara tidak tunai tapi Ustadz menanyakan kepada bank tadi, “Anda bisa belinya dari Korea?”. Lalu kemudian orang yang minta ditemani Ustadz tadi mengatakan tidak mungkin Ustadz karena yang memiliki hak untuk belanja barang tersebut di Korea hanya dia. Kemudian pihak bank menawarkan, kalau begitu kami wakilkan lalu anda yang membeli, berarti pihak bank akan memberikan uang kepadanya. Kalau sudah memberikan uang berarti sama dengan riba, bukan jual beli namanya. Ketika pihak bank memberikan uang dan bertambah jumlah yang harus dikembalikan berarti ini riba.
Kemudian Ustadz menemani ke bank Syariah yang lainnya misalkan saja Y namanya. Kata bank Syariah Y sehubungan dengan adanya Ustadz Erwandi Tarmizi maka kami siap untuk membuat produk baru sesuai dengan arahan dari Ustadz. Pihak bank bertanya kepada orang tersebut saat ini memiliki modal berapa, lalu dijawabnya asset saat ini bernilai sekitar 5 Milyar. Berarti modal anda kurang 45 Milyar, kita bekerjasama musyarakah, modal dari pihak bank 45 Milyar dan orang itu 5 Milyar. Kerugian kami siap tanggung 90% dan orang itu 5%, untuk keuntungan silahkan anda ambil 50% dan kami 50% karena anda yang bekerja sedangkan kami tidak bekerja hanya menyediakan modal untuk anda. Ternyata bisa dilaksakan kalau sudah seperti ini maka sudah syar’i. Tetapi ini masih dalam sebuah perkataan saja maka Ustadz meminta untuk membuatkan draft akadnya untuk agar ditinjau kembali oleh Ustadz Erwandi Tarmizi sebelum nantinya ditandatangani bersama. Dan ternyata setelah dibuatkan draftnya memang sudah sesuai dengan kesepakatan diawal tadi.
Artinya kita yang harus mengerti, maka harusnya belajar jika tidak paham. Sama seperti misalnya kalau anda tahu penyakit anda ada darah tinggi, asam urat, kolesterol, dsb. ketika anda belanja maka anda akan meminta sesuai dengan kebutuhan anda, contoh: membeli bakso minta untuk tidak memakai micin, garam, tidak pakai kuahnya karena kolesterolnya tinggi, bakso dan mienya saja yang dibeli maka pasti akan disediakan oleh pemilik bakso tersebut karena membutuhkan uang. Tetapi kalau anda membeli bakso lalu menerima saja dengan yang diberikan sesuai SOP mereka tanpa memperhatikan kesehatan anda maka setelah enak makan bakso sesampainya di rumah kepala pusing, kaki sakit tidak bisa jalan, dsb. Itu dalam masalah dunia, kenapa dengan masalah akhirat anda tidak berbuat demikian?
Maka bila anda ingin bertransaksi tanyakan kepada ahlinya, pelajari syariat Allah, minta kepada pihak bank tersebut dan biasanya ada yang bersedia namun ada juga yang tidak bersedia. Thoyyib, Kalau mengikuti SOP yang ada tidak ada bedanya memang antara bank Syariah dengan bank Konvensional di Indonesia.
Sumber: Ustadz Erwandi Tarmizi
Photo by Joshua Hoehne on Unsplash