Komunitas negara atau wilayah yang luas akan sangat kuat, kokoh, aman, tentram apabila komunitas-komunitas kecil dalam masyarakatnya bagus, kokoh, kuat, tentram dan damai. Komponen-komponen yang membuat negara atau wilayah yang luas tersebut adalah rumah tangga. Keluarga ini merupakan komponen pondasi yang paling kuat dalam masyarakat. Kapan rumah tangga itu baik akan tercetak di dalamnya kader-kader manusia terbaik dengan kejujuran, amanah, tanggung jawab, kesantunan, patuh kepada Allah dan mengenal Tuhannya serta juga bermuamalah yang baik sesama makhluk maka tentu masyarakat dan negara akan menjadi baik.
Kapan rumah tangga itu kacau, di dalamnya penuh dengan kebohongan, di dalamnya penuh dengan khianat, di dalamnya penuh dengan ketidak santunan, kasar dan seterusnya juga tentang pelanggaran-pelanggaran agama terjadi dari perzinahan dan yang lainnya maka pasti akan kacau masyarakat sehingga negara juga akan kacau. Oleh karena itu Islam sangat peduli dalam mengatur masalah dalam rumah tangga ini karena populasi manusia merupakan kelaziman untuk kelangsungan kehidupan manusia itu Islam mengaturnya dalam bentuk rumah tangga.
Penataan rumah tangga yang merupakan asas daripada masyarakat. Baiknya rumah tangga merupakan baiknya masyarakat, rusaknya rumah tangga maka rusaknya juga masyarakat. Bagi yang sudah berumah tangga untuk mengikhlaskan niat kepada Allah سبحانه و تعالى menikahlah bukan karena hanya sebatas suka, bukan karena desakan orangtua, bukan karena khawatir faktor umur, bukan karena faktor ekonomi, bukan karena lingkungan saja, semua hal itu hanya pelengkap dalam maksud kita ingin menikah. Sebenarnya yang paling tepat adalah bagaimana seorang muslim paham sebagaimana kita bangun shalat malam tujuannya tidak ada riyanya, ikhlas kepada Allah سبحانه و تعالى , mengikuti syarat-syarat dan rukun agar shalat malam kita diterima.
Menikah adalah ibadah maka seharusnya kita niatkan agar ini menjadi ibadah yang benar sehingga diterima pahalanya dan Ulama mengatakan, “Rumah tangga itu sebenarnya gerbong pahala yang paling besar pahalanya/ paling banyak. Jika kita sudah melakukan akad nikah seperti ada di sebuah gerbong ini sebenarnya sudah tinggal jalan menuju ke surga kalau dibahasakan rumah tangga sebenarnya jalan tol menuju ke surga.
Seorang suami fokus kepada istri dan anaknya kalau berbicara dalam lingkup rumah tangga. Kalau kita berbicara lingkup lebih besar keluarga fokus kepada istri, anak, orangtua, mertua, ipar, keponakan, saudara, ini sudah cukup untuk menjadi jalan dia menuju ke surga. Berbuat baik kepada kerabat adalah amal yang luar biasa besarnya pahala disisi Allah سبحانه و تعالى. Sampai pernah ada seorang sahabat membawa sekantong dirham lalu kemudian dia berkata ya Rasulullah, “Saya punya sekantong dirham, saya ingin memberikan kepada 2 orang target saya. Salah satunya miskin dan punya hubungan kerabat dengan saya, yang satunya lagi miskin dan tidak memiliki hubungan kerabat dengan saya, yang mana yang saya berikan?”, lalu kata Nabi ﷺ, “Kalau kau berikan yang punya hubungan kerabat denganmu maka kau akan mendapat 2 pahala. Pahala sedekahnya dan pahala rahimnya”.
Jadi memang dengan fokus kepada keluarga besar saja sudah luar biasa pahala yang sangat melimpah ada di dalamnya. Tetapi membutuhkan keikhlasan dan mengerjakan pernikahan itu bukan karena point-point yang tadi tetapi karena 1 yaitu Allah dan Rasulnya yang memerintahkan masalah pernikahan. Tentu meskipun rumah tangga anda sudah berjalan masih bisa anda mengubah niat anda (meluruskan niat) saat ini dengan izin Allah. Dan bagi yang belum berumah tangga ambil pelajaran bahwasannya menikah nanti betul-betul karena ingin menjalankan perintah agama.
Seperti contoh yang lain orang berangkat haji jika dia niat berangkat haji karena riya, ingin dipuji oleh orang, atau dia hanya sekedar mau pamer, atau mungkin hanya untuk berbangga-bangga, atau mungkin hanya untuk mengetes bisa atau tidak berangkat haji, atau mungkin karena desakan orang-orang supaya dia berangkat maka niat seperti ini bisa mengganggu, tujuannya adalah ikhlas karena memang ibadah haji Allah perintahkan sehingga dikerjakan. Hal tersebut mirip dengan rumah tangga.
Nabi ﷺ mencontohkan masalah rumah tangga ini dengan luar biasa, suka dukanya banyak sekali dan beliau betul-betul menjadi seorang suami yang terbaik serta ayah yang terbaik. Defenisi pernikahan adalah penyatuan antara dua lawan jenis anak Adam (pria dan wanita) dalam satu ikatan ritual agama artinya memang diniatkan karena ibadah yang menghalalkan hubungan biologis diantara keduanya juga akan menyatukan keluarga diantara kedua pasangan. Dari defenisi ini berarti tidak boleh menikah dengan sesama jenis, itu merupakan konsep syar’i. Maka Islam menolak homo seksual, lesbian bahkan kita tahu kaum Nabi Luth dihancurkan oleh Allah karena mereka homoseksual dan tentang masalah lesbian kata Nabi ﷺ, “Praktek lesbi diantara wanita adalah zina diantara mereka”.
Kemudian menikah juga tidak boleh selain dengan manusia, ada orang yang menikah dengan jin seperti dukun-dukun kadang-kadang kita temukan tidak ada pasangannya karena mereka punya pasangan dari jin. Ada orang yang melampiaskan biologisnya kepada hewan, di negara-negara yang tidak punya syari’at Islam bukan orang muslim itu bagi mereka merupakan hal yang biasa. Mereka melakukan biologis dengan anjing, binatang lainnya. Maka potongan dari defenisi ini mengerucutkan pemahaman dalam pandangan Islam.
Target utama menikah dalam berumah tangga adalah seksual/ hubungan biologis, 50% bahkan lebih adalah hubungan biologis. Semua orang tahu sampai ada istilah bulan madu, mereka pergi bersama-sama. Dan ini ada 2 istilah dalam agama Islam yang keduanya adalah pelampiasan biologis dimana yang satunya halal yaitu dengan menikah sedangkan yang satunya lagi haram yaitu zina. Sebenarnya tujuannya sama karena kita punya potensi baik pria maupun wanita untuk saling suka dengan kita mau menatap, kita mau mengobrol, kita mau menyentuh bahkan kita mau punya potensi yang bergelora dalam jiwa untuk melampiaskan hubungan biologis.
Allah mengatakan dalam Al-Qur’an, “Allah telah menghiasi dalam jiwa manusia atau laki-laki syahwat, cinta yang diikuti dengan syahwat kepada kaum wanita”. Memang ada seperti itu makanya pada saat kita sudah mulai baligh, ada perasaan ingin mengenal lawan jenis maka ini point ada potensi dalam diri kita tetapi Islam datang untuk mengatur. Nikah dengan zina perbedaan dasarnya yaitu sama-sama hubungan biologis tetapi yang ini halal dan yang ini haram dan prosesnya 5 menit perbedaannya. Nikah mudah sekali dalam proses akad nikah, wali perempuan mengatakan, “Saya nikahkan kamu dengan anak perempuan saya fulana binti fulan”, lalu yang laki-laki mengatakan, “Saya terima nikahnya…”, ada mahar, ada 2 saksi maka sah, selesai.
Pernikahan mudah sekali setelah itu mereka berhubungan biologis, perhatikan mereka sudah akad nikah pada malam hari walaupun dia menginap di rumah mertuanya, dia masuk kamar semua orang tahu dia akan berhubungan biologis bahkan mereka dalam syari’at kita dianjurkan untuk mengulang-ulangi biologis itu. Kata Nabi ﷺ, “Di kemaluan kalian ada sedekah/ pahala yang besar”, (sahabat paham)
lalu kata para sahabat, “Ya Rasulullah apakah seseorang diantara kami melampiaskan syahwatnya kepada pasangannya/ kepada istrinya mendapat pahala?”,
kata Nabi ﷺ, “Tidakkah kalian lihat kalau kalian meletakkan kemaluan kalian pada yang haram kalian mendapat dosa besar yaitu zina”,
berkata para sahabat, “Benar ya Rasulullah”,
kata Nabi ﷺ, “Begitu juga kalau kalian letakkan pada yang halal maka kalian akan mendapatkan pahala yang besar”.
Maka ada motivasi untuk melakukan perbuatan tersebut, kata Nabi ﷺ, “Siapa yang telah menikah sehingga dia mempunyai tempat pelampiasan biologis yang halal, dia telah menyelamatkan setengah agamanya”, tinggal dia menjaga setengah yang tersisa karena gangguan terberat bagi laki-laki adalah lawan jenisnya (perempuan), gangguan terberat bagi perempuan adalah laki-laki. Maka dengan adanya pelampiasan ini tinggal dia jaga setengahnya dengan menjaga shalatnya, menjaga puasanya, jaga segala macam ibadah lainnya karena dia diberikan tempat yang baik.
Dalam melakukan biologis kalau dengan pasangan halal merasa gembira, sama-sama ke hotel tidak takut, safar sama-sama tidak masalah, jika perempuan hamil dari suaminya akan gembira. Sekarang kita bandingkan dengan lawannya yaitu zina. Zina dilarang dalam agama, sama-sama pelampiasan biologis tetapi tidak melalui proses syari’at tadi maka umumnya orang kalau melakukan zina dimulai dari ketakutan-ketakutan seperti pergi ke hotel sembunyi-sembunyi, safar juga sembunyi-sembunyi, biologisnya juga nanti buru-buru berbeda dengan suami-istri karena diliputi rasa takut.
Dan hal tersebut mempengaruhi kualitas sperma dan sel telur nanti. Jika suami-istri melakukannya dengan hati yang gembira, makanan yang sehat, tempat yang nyaman, itu akan mempengaruhi kualitas spermanya yang nanti jadi anaknya begitu juga dengan sel telur. Kalau orang berzina ketakutan ini berpengaruh, kalau hamil malu. Sunnatullah walaupun tu orang nonmuslim kalau dia hamil selain dengan suaminya itu punya perasaan takut. Begitu juga orang muslim jika seiman lebih parah lagi kalau dia hamil akan melakukan aborsi, banyak kasus. Kenapa dia takut? Karena masalah haram. Anak yang lahirpun tidak jelas statusnya, dikenal dengan anak zina.
Anak zina tidak ada penisbatan nama pada ayahnya, tidak ada kewalian kalau dia mau menikah jika anak perempuan, tidak ada warisan diantara mereka. Jadi Islam datang menghalalkan hubungan biologis dengan cara yang benar. Kenapa tidak ditempuh cara yang benar? Kenapa ditempuh cara yang salah?
Jadi kalau kita sudah berumah tangga/ menikah, kita bukan sekedar punya hubungan dengan pasangan kita tapi dia punya keluarga, dia punya orang tua sehingga akan ada bertambah hubungan keluarga kita. Kenapa disini kita jelaskan? Karena banyak orang diantara kita menikah, dia eksklusive yaitu iparnya datang dia tidak mau, mertuanya datang dia tidak mau, jadi ini salah. Lalu bagaimana caranya? Apakah kita harus menghapus status orangtua pasangan kita? Apakah kita harus menghapus status saudara pasangan kita yang merupakan ipar kita? Mustahil. Tidak mungkin kita menghapus nasab meskipun mendapatkan mertua yang cerewet. Resiko dari menikah dengan anaknya.
Maka bersabarlah, ada orang yang cobaannya dari orangtuanya, ada orang yang cobaannya dari mertuanya, ada orang cobaannya dari iparnya, cobaan itu ada. Tidak ada orang yang hidupnya mulus tanpa ada tantangan dalam hidupnya, tidak mungkin. Seperti sebuah film kalau tidak ada penjahatnya maka tidak akan ada yang nonton. Sebenarnya sutradara juga menarik cerita tersebut juga dari real kehidupan sehari-hari. Jadi penyatuan dua keluarga maka kita harus tahu, berinteraksi dengan keluarga pasangan kita kemudian juga penyatuan suku bahkan bisa negara.
Tujuan dalam pernikahan yang pertama yaitu ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Nabi ﷺ menyebutkan dalam banyak hadist beliau seperti diantaranya, “Nikah adalah bagian dari sunnahku, siapa yang menolak sunnahku maka bukan dari golonganku”. Kemudian beliau juga pernah mengatakan kepada 3 orang sahabat yang ahli ibadah, semua ibadah wajib dan sunnah dikerjakan dan orang kalau sudah sampai pada perbuatan yang seperti ini, dia ingin menambah lagi ibadahnya. Maka ketiganya mengobrol di masjid Nabi ﷺ lalu mereka mengatakan, “Apa lagi ya ibadah yang mau kita kerjakan ini? Kayaknya apa yang Rasulullah contohkan diluar rumah sudah kita tahu semua ini. Maka kita perlu tahu apa yang Rasulullah ﷺ lakukan di dalam rumahnya.”
Pergilah mereka bertiga ke rumah ‘Aisyah Radhiyallahu’anha lalu bertanya, “Apa yang Rasulullah ﷺ kerjakan di dalam rumahnya?”, maka ‘Aisyah Radhiyallahu’anha berkata, “Sesungguhnya Nabi ﷺ mengerjakan dirumahnya apa yang dikerjakan seorang laki-laki diantara kalian, kadang-kadang dia membantu dirinya sendiri, kadang-kadang dia membantu istrinya bahkan Nabi ﷺ pernah menjahit sendiri sendalnya yang putus”. Maka ketiga orang ini mengatakan, “Kok bisa ya hanya seperti itu”. Mereka beranggapan ada melaksakan shalat 1000 raka’at atau ibadah lain yang belum pernah orang lakukan/ yang mereka tidak ketahui.
Maka ketiga orang ini keluar dan masuk ke masjid kembali lalu mereka bertiga berikrar, yang satu bilang, “Mulai sekarang saya akan shalat malam tidak mau tidur di malam hari (mulai dari selesai Isya)”. Yang satu lagi berkata, “Mulai sekarang saya berpuasa, saya tidak mau berbuka puasa sampai saya sudah tidak tahan”. Dan yang ketiga mengatakan, “Saya tidak mau menikah dengan wanita”. Maka terdengarlah oleh Nabi ﷺ, langsung naik ke atas mimbar lalu setelah memuji Allah beliau berdiri mengatakan, “Telah sampai kepadaku ada beberapa orang diantara kalian berkata begini dan begitu, ketahuilah aku orang yang paling bertakwa diantara kalian/ yang paling patuh sama Allah adalah aku, tidak usah ragu lagi menjadikan aku sebagai contoh maka akupun tidur di malam hari dan aku shalat. Aku orang yang paling bertakwa dan aku juga tidur memberikan hak badan baru bangun shalat tahajud, aku juga puasa dan berbuka puasa dan aku juga menikahi wanita. Siapa yang menolak sunnahku bukan dari golonganku”.
Kemudian juga sabda Nabi ﷺ yang lain, “Wahai sekalian anak muda (usia dari baligh hingga 40 tahun) siapa diantara kalian yang bisa ba’ah (ba’ah ini maknanya banyak, yang pertama maknanya jima’/ hubungan biologis, siapa yang sudah bisa melakukan itu, dia siap kalau laki-laki untuk menjadi ayah dan membiayai istri dan anak-anaknya dan hai perempuan siap menampuang sperma suamimu sehingga kau hamil akhirnya melahirkan kemudian menyusui maka menikahlah. Makna yang lain ba’ah adalah kemampuan untuk membiayai istri bagi laki-laki dan untuk melayani suami bagi perempuan. Ada juga yang mengatakan artinya kemampuan finansial atau harta tetapi yang paling tepat adalah kemampuan secara kejiwaan, bagaimana laki-laki yang akan menikah siap memberikan makanan, perlindungan, naungan pada saat istri hamil lalu melahirkan akan dinisbatkan nama anak dari seorang suami, ada hak anak-anak tersebut. Begitu juga dengan istri dia siap digauli suaminya, dia patuh, tadinya dia melayani ayahnya sekarang dia harus melayani seorang laki-laki asing ini, minumnya, makannya, mencuci bajunya, mengurus anak-anaknya, dst.) kalau laki-laki dan perempuan sudah siap maka sebaiknya menikah. Karena menikah sesungguhnya akan menjaga pandangan dari yang haram dan menjaga kesucian kehormatan kemaluan”.
Orang yang sudah memiliki tempat pelampiasan biologis maka matanya akan lebih terkontrol karena apa yang dia ingin sudah dia miliki di depan matanya. Kemaluan kita tidak boleh diletakkan pada tempat yang sembarangan, harus diletakkan pada tempat yang dihalalkan. Yang kedua tujuan menikah adalah perkenalan dan perluasan hubungan. Jadi dengan menikah ini makin luas hubungan kita dan meluaskan hubungan ini bagus, mungkin usaha kita jadi bisa lebih berkembang, ide-ide, lebih mengenal adat dan tradisi suatu suku. Allah سبحانه و تعالى berfirman dalam surah Al-Hujurat ayat 13 yaitu:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
Artinya:
Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti. (QS. 49:13)
Tujuan ketiga dari menikah adalah ketentraman. Jadi menikah untuk mencari ketentraman tetapi banyak orang tidak sadar bahwa dia membuat dirinya tidak tentram karena sengaja membawa ketidak tentraman di dalam rumah tangganya. Sebagai contoh misalnya seorang laki-laki berharap istrinya shaliha yang nanti insyaAllah akan mendidik anak-anaknya juga yang rentetannya besar sekali, termasuk hak anak adalah memilih istri shaliha. Karena salah kita memilih/ meletakkan sperma walaupun setetes saja kemudian wanita yang sedang kita gauli itu yang menjadi istri kita, orangnya tidak baik lalu dia hamil dengan setetes sperma itu lalu melahirkan maka perempuan ini walaupun dia buruk akan menjadi ibu anak kita selamanya.
Begitu juga sebaliknya wanita menikah sama sembarang laki-laki kemudian dia terima sperma setetes saja lalu dia hamil maka laki-laki itu akan menjadi ayah anaknya selamanya. Makanya tidak boleh salah dalam hal tersebut. Ketentraman ada kalau dari awal kita mencari itu, sebagai seorang laki-laki ingin memperoleh istri shaliha yang tidak selingkuh, yang patuh, tidak teriak-teriak di rumah.
Maka kalau kita menikah dengan seorang wanita yang tidak memakai jilbab, mungkin seorang model yang menurut seorang prianya yang penting cantik. Jika nanti ada melakukan kesalahan setelah menikah akan dinasehati, nanti disuruh memakai jilbab. Hal tersebut merupakan PR yang belum tentu nantinya akan didengar oleh istri tersebut. Jadi kenapa harus membuat PR sebelum masuk ke rumah tangga? Atau wanita itu tidak shalat, pergaulannya bebas, semua orang yang memilih pasangan yang seperti ini hanya karena fisik saja, tidak memperhatikan masalah pegaulannya, jalur nasabnya, sifat-sifat dan akhlaknya maka ini akan bermasalah untuknya karena menikah bukan hanya biologis akan ada interaksi keluarga.
Wasiat Nabi ﷺ kepada semua laki-laki, “Wanita diknikahi karena 4 perkara, banyak orang menikah karena kekayaannya (karena dia kaya dilamar berharap harta perempuan tersebut), atau karena jalur nasabnya (dianggap dia jalur nasabnya bagus, terhormat), karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka dahulukanlah yang beragama, hidupmu akan tentram”. Dalam hadist Bukhari yang lain, “Ketahuilah wahai para laki-laki, seorang budak berkulit hitam serta tidak ada pemisah hidungnya tetapi beragama lebih baik engkau nikahi”. Sampai seperti itu karena agama yang di dahulukan.
Kata Nabi ﷺ, “Pilih baik-baik tempat kalian meletakkan bibit kalian (karena sperma itu bibit manusia)”. Jangan salah, tidak hanya sekedar suka-sukaan saja. Ketentraman akan datang kalau dasarnya memang kita memilih yang beragama. Untuk perempuan juga demikian, wasiat dari Nabi ﷺ, “Kalau datang kepada kalian yang kalian sudah ridha dengan agama dan akhlaknya maka terima lamarannya kalau tidak akan terjadi kerusakan di muka bumi ini”. Makna kerusakan kata sebagian Ulama hadist adalah perceraian, ribut rumah tangga, karena hanya sekedar melihat seorang anak pejabat, anak begini dan begitu.
Kalau anak pejabat beragama tidak masalah tetapi kalau tidak, akan digunakan seperti apa mobilnya, rumahnya. Ketentraman jiwa ini luar biasa meskipun kita berada di rumah yang 2X2 m (kos-kosan) tetapi hati ini tentram akan nyaman. Saat hati tentram hanya makan nasi pakai tempe dan sambal rasanya enak dan nyaman. Tetapi jika kita berada di istana yang besar, halaman yang luas, makanan beragam macam, namun hati tidak tentram karena bicaranya kasar, sikapnya tidak baik, tidak terpenuhi biologis kita jadi masalah semuanya.
Dalam Al-Qur’an Allah menyebutkan masalah ketentraman ini pada surah Ar-Rum (30) ayat 21 yaitu:
وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ
Artinya:
Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir. (QS. 30:21)
Laki-laki mukmin dan perempuan mukminah kalau ketemu semua berusaha memberikan yang terbaik untuk pasangannya dan dia menjadikan pasangannya adalah kunci masuk ke surga. Semua saling santun, saling memandu, saling mengingatkan, itulah yang dimaksudkan ketentraman. Tujuan pernikahan yang keempat adalah keturunan yang shalih. Dihalalkannya pernikahan untuk populasi manusia kecuali kalau orang menunda dahulu karena masih masa sekolah, ada pekerjaan diluar kota maka dia tunda setahun, mungkin ada tugas diluar negeri, hal ini berbeda. Tetapi kalau ada orang yang betul-betul tidak mau punya keturunan maka ini tidak dibolehkan, membatasi keturunan tanpa udzur syar’I dilarang oleh para Ulama.
Jadi program KB (Keluarga Berencana) hanya dibolehkan kalau seseorang mengatur jarak keturunan, membatasinya tidak boleh kecuali ada bahaya yang akan terjadi jika seorang wanita tersebut hamil lagi. Kata Nabi ﷺ, “Menikahlah dengan wanita yang subur dan penyayang karena saya bangga dengan jumlah umatku yang banyak pada hari kiamat”. Bahkan wanita yang paling banyak melahirkan adalah wanita yang paling sehat.
Peremajaan rahim terjadi setiap sebulan sekali yaitu dengan haid dan puncak peremajaan rahim dan juga artinya puncak dari kesehatan bagi wanita tersebut justru di nifas, darah yang keluar pada saat melahirkan. Berbeda dengan orang yang baru melahirkan sedkit sudah keluh kesah, padahal memang resikonya begitu, mengurus anak merupakan amal jariyah terbesar. Tidak mau menyusui anaknya, merasa tidak usah karena khawatir payudaranya rusak, bohong semua hal itu tidak benar. Justru kantong payudara yang penuh dengan lemak itu masa peremajaannya pada saat menyusui, itu sudah sunnahtullah.
Allah memberikan keturunan disitu dengan hikmah-hikmahnya. Allah menyebutkan tujuan keturunan ini dalam surah An-Nahl (16) ayat 72 yaitu:
وَاللّٰهُ جَعَلَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا وَّجَعَلَ لَكُمْ مِّنْ اَزْوَاجِكُمْ بَنِيْنَ وَحَفَدَةً وَّرَزَقَكُمْ مِّنَ الطَّيِّبٰتِۗ اَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُوْنَ وَبِنِعْمَتِ اللّٰهِ هُمْ يَكْفُرُوْنَۙ
Artinya;
Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau istri) dari jenis kamu sendiri dan menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rezeki dari yang baik. Mengapa mereka beriman kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah? (QS. 16:72)
Juga dalam surah Fatir (35) ayat 11 yaitu:
وَاللّٰهُ خَلَقَكُمْ مِّنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُّطْفَةٍ ثُمَّ جَعَلَكُمْ اَزْوَاجًاۗ وَمَا تَحْمِلُ مِنْ اُنْثٰى وَلَا تَضَعُ اِلَّا بِعِلْمِهٖۗ وَمَا يُعَمَّرُ مِنْ مُّعَمَّرٍ وَّلَا يُنْقَصُ مِنْ عُمُرِهٖٓ اِلَّا فِيْ كِتٰبٍۗ اِنَّ ذٰلِكَ عَلَى اللّٰهِ يَسِيْرٌ
Artinya: Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan). Tidak ada seorang perempuan pun yang mengandung dan melahirkan, melainkan dengan sepengetahuan-Nya. Dan tidak dipanjangkan umur seseorang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuzh). Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah.
Dan surah Asy-Syura (42) ayat 11 yaitu:
فَاطِرُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ جَعَلَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا وَّمِنَ الْاَنْعَامِ اَزْوَاجًاۚ يَذْرَؤُكُمْ فِيْهِۗ لَيْسَ كَمِثْلِهٖ شَيْءٌ ۚوَهُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
Artinya:
(Allah) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu pasangan-pasangan dari jenis kamu sendiri, dan dari jenis hewan ternak pasangan-pasangan (juga). Dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang Maha Mendengar, Maha Melihat.
Permintaan Nabi Zakariyah dalam surah Maryam dari ayat-ayat pertama, bagaimana keadaan Nabi Zakariyah sudah tua sekali sampai umur 100 tahun masih minta anak kepada Allah سبحانه و تعالى dan Allah berikan anak dari istrinya yang mandul waktu itu usia istrinya 90 tahun. Al-Qur’an surah Maryam ayat 2 – 9 beserta artinya, sebagai berikut:
ذِكْرُ رَحْمَتِ رَبِّكَ عَبْدَهٗ زَكَرِيَّا ۚ
2. Yang dibacakan ini adalah penjelasan tentang rahmat Tuhanmu kepada hamba-Nya, Zakaria,
اِذْ نَادٰى رَبَّهٗ نِدَاۤءً خَفِيًّا
3. (yaitu) ketika dia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut.
قَالَ رَبِّ اِنِّيْ وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّيْ وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا وَّلَمْ اَكُنْۢ بِدُعَاۤىِٕكَ رَبِّ شَقِيًّا
4. Dia (Zakaria) berkata, “Ya Tuhanku, sungguh tulangku telah lemah dan kepalaku telah dipenuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu, ya Tuhanku.
وَاِنِّيْ خِفْتُ الْمَوَالِيَ مِنْ وَّرَاۤءِيْ وَكَانَتِ امْرَاَتِيْ عَاقِرًا فَهَبْ لِيْ مِنْ لَّدُنْكَ وَلِيًّا ۙ
5. Dan sungguh, aku khawatir terhadap kerabatku sepeninggalku, padahal istriku seorang yang mandul, maka anugerahilah aku seorang anak dari sisi-Mu,
يَّرِثُنِيْ وَيَرِثُ مِنْ اٰلِ يَعْقُوْبَ وَاجْعَلْهُ رَبِّ رَضِيًّا
6. yang akan mewarisi aku dan mewarisi dari keluarga Yakub; dan jadikanlah dia, ya Tuhanku, seorang yang diridhai.”
يٰزَكَرِيَّآ اِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلٰمِ ِۨاسْمُهٗ يَحْيٰىۙ لَمْ نَجْعَلْ لَّهٗ مِنْ قَبْلُ سَمِيًّا
7. (Allah berfirman), “Wahai Zakaria! Kami memberi kabar gembira kepadamu dengan seorang anak laki-laki namanya Yahya, yang Kami belum pernah memberikan nama seperti itu sebelumnya.”
قَالَ رَبِّ اَنّٰى يَكُوْنُ لِيْ غُلٰمٌ وَّكَانَتِ امْرَاَتِيْ عَاقِرًا وَّقَدْ بَلَغْتُ مِنَ الْكِبَرِ عِتِيًّا
8. Dia (Zakaria) berkata, “Ya Tuhanku, bagaimana aku akan mempunyai anak, padahal istriku seorang yang mandul dan aku (sendiri) sesungguhnya sudah mencapai usia yang sangat tua?”
قَالَ كَذٰلِكَۗ قَالَ رَبُّكَ هُوَ عَلَيَّ هَيِّنٌ وَّقَدْ خَلَقْتُكَ مِنْ قَبْلُ وَلَمْ تَكُ شَيْـًٔا
9. (Allah) berfirman, “Demikianlah.” Tuhanmu berfirman, “Hal itu mudah bagi-Ku; sungguh, engkau telah Aku ciptakan sebelum itu, padahal (pada waktu itu) engkau belum berwujud sama sekali.”
Leave a Reply