Rumah tangga itu di dalam Islam adalah ajang pahala yang paling besar. Kata Ulama tidak ada dalam Islam ibadah yang umurnya dan panen pahalanya sebesar rumah tangga. Karena mulai akad nikah sampai cucu turun-temurun semuanya pahala. Mulai akad nikah kita sudah naik diatas sebuah bahtera, bahtera ini namanya rumah tangga, mau kita sedang tidur, mau kita sedang makan, mau kita sedang duduk intinya kita sedang berada di sebuah bahtera namanya rumah tangga. Itu perdetiknya kita sedang menjalankan ibadah sebenarnya karena rumah tangga itu sendiri adalah ibadah, perintah dalam agama.
Kiat yang pertama dalam mempertahankan rumah tangga yaitu rumah tanggamu adalah ibadahmu. Maka ikhlaskan niatmu karena Allah, itu yang paling pertama. Ikhlaskan niat, menikah itu jangan karena disuruh orangtua, jangan menikah karena terdesak, jangan menikah hanya karena suka, jangan menikah karena semua teman-teman sudah menikah tinggal kita sendirian, semua ini teman-teman harus dibuang jauh-jauh.
Kalau kita sebagai pembaca disini sudah menikah dan dulu salah satu penyebab nikahnya karena 4 hal yang disebutkan diatas maka detik ini diubah niatnya karena kalau orang niatnya hanya karena disuruh oleh orang tua, niatnya karena teman-teman sudah terlanjur nikah, sudah terlanjur ada rasa suka, atau semua teman-teman sudah menikah sementara kita belum akhirnya terdesak harus menikah, ini semua tidak dinilai ibadah. Memang harus diniatkan kita menikah karena perintah Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana kalau kita shalat karena perintah Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana kalau kita puasa Ramadhan karena perintah Allah dan Rasul-Nya, kita umrah dan haji karena perintah Allah dan Rasul-Nya.
Coba bayangkan kalau ada orang pergi haji tujuannya dari awal niatnya adalah belanja, misal nanti saat di Mekah mau belanja ini, belanja itu dan saat di Madinah mau membeli ini, dan seterusnya. Dicampur-baur niat ibadahnya dengan niat belanjanya bahkan ada orang karena niatnya belanja pada saat umrah buru-buru mau menyelesaikan ibadahnya, tidak dinikmati tawafnya, tidak dinikmati sa’inya, tidak dinikmati dzikirnya, do’anya, buru-buru bagaimana untuk segera selesai lalu masuk pasar belanja.
Berbeda dengan orang yang dasar niatnya adalah ibadah. Jika orang niatnya ibadah maka semua menjadi mudah, contoh ada orang pergi haji niatnya untuk ibadah, ingat haji itu capek, berangkat misalnya dari Jakarta ke Jeddah perjalanan 9 jam belum lagi masuk ke Mekah sekitar 2 jam sampai di hotel, belum lagi kita harus tinggal di Mina dalam kemah, jumroh, panas matahari, desak-desakan sama orang kemudian juga ada Muzdalifah, ada Arafah, paket capek sebenarnya, letih, setiap adzan kita langsung ke masjid walaupun jarak hotelnya jauh. Tapi Subhanallah, orang kalau niatnya ibadah saat pulang haji ditanya bapak/ ibu yang sudah capek ini, sudah 40 atau 30 hari disana jika kita tanyakan apakah mau haji lagi, pasti jawabannya mau.
Kalau orang niatnya ibadah maka dia mau lagi, suka dukanya semuanya jadi mudah yang panasnya, yang makanannya kehabisan, yang hotelnya jauh, terlupakan semuanya, yang antri panjang di imigrasi, dilupain semuanya karena niat ibadah itu berbeda. Orang kalau bangun shalat malam, dia niat karena mau komunikasi dengan Allah, mau beribadah kepada Allah lain dengan orang yang kebetulan pasangannya bangunin supaya dia bangun sama-sama atau mungkin karena kebetulan teman-temannya lagi nginap di suatu tempat seperti ini, nginap kemudian teman-temannya semua buat program bangun sholat malam lalu dia ikut-ikutan beda sekali makanya harus diniatkan dari awal ibadah.
Ada sebuah kata kunci dalam masalah ini, semua yang berhubungan dengan kita dimuka bumi ini “adalah boneka-boneka yang sedang Allah titipkan”. Istri merupakan titipan dari Allah kepada suaminya untuk dididik, dilindungi, berikan nafkah dari hasil keringat kita karena Allah maka Allah akan memberikan pahala dan kita masuk surga. Sebaliknya juga begitu suami merupakan titipan dari Allah untuk melayaninya, cuci pakaiannya, buat masakan untuknya, didik anaknya, penuhi kebutuhan biologisnya, jaga amanah rumahnya karena Allah maka Allah akan memberikan pahala dan meninggal masuk surga. Ini yang dimaksud dengan ibadah, seperti itulah kita memahaminya. Sehingga kita tidak pernah jenuh dalam menjalani kewajiban.
Coba bayangkan bapak-bapak, istri kita tidak pernah kita kenal sebelumnya begitu menikah kita banting tulang diluar sana, nagih hutang, jual produk, bangkrut usaha, segala macam setelah selesai dapat hasil tinggal kita kasih kepada istri kita. Dia yang makan, dia yang beli baju, dia yang menikmatinya, kalau bukan karena niat ibadah bisa saja seorang suami mengatakan, “siapa perempuan ini enak benar hasil keringat saya tiba-tiba main langsung diambil saja?”.
Ibu-ibu juga bisa berasumsi, begitu akad nikah mungkin dirumah ayahnya tidak pernah bekerja tiba-tiba menikah dengan laki-laki yang tidak dikenal harus mencuci bajunya, siapin sarapannya, layani biologisnya, hamil, segala macam kalau bukan karena ibadah orang akan berfikir, “siapa laki-laki ini?”. Makanya sering terjadi pertengkaran-pertengkaran dalam rumah tangga kadang-kadang dengan hal-hal yang kecil saja karena memang dari awal niatnya bukan ibadah.
Kalau niatnya dari awal adalah ibadah pasti berbeda karena kita tahu suka dukanya akan ada. Makin berat sesuatu yang kita jalankan maka kembali kepada hadist. Nabi ﷺ bersabda dalam hadist riwayat Bukhari Muslim, “Allah akan memberikan balasan yang besar sesuai dengan kadar beban yang sedang diberikan”. Berbeda pahalanya orang pergi shalat musim dingin seperti di negara Eropa susah sekali saat musim salju dengan orang yang pergi shalat cuacanya lagi enak. Ada cobaannya lebih besar pahalanya, berbeda semuanya. Allah menilai sesuai dengan kadarnya.
Kita menikah ada cobaan, ada ipar, ada tetangga, ada mertua, mungkin ada cobaan-cobaan dari mereka tapi kalau niat ibadah kita akan melalui karena ini semua ibadah. Kita tidak mungkin menikah dengan suami/ istri saja tetapi dalam tanda kutip kita juga menikah dengan keluarga mereka. Tidak mungkin dihapus status orang tuanya makanya banyak orang kalau tidak niat ibadah, jika mertuanya datang misalnya mungkin karena mertuanya cerewet maka dia menganggap tidak usah datang saja mertuanya. Bahkan tidak mau ikut dengan suaminya/ istrinya kalau mengunjungi mertua.
Bagaimana caranya kita menghapus status mertua itu, status orang tua dari pasangan kita? Tidak mungkin. Bagaimana caranya kita hapus status saudaranya yang merupakan ipar kita? Selamanya itu status tidak bisa dihapus, tidak ada mantan orang tua dan tidak ada mantan saudara. Maka ada orang yang tidak bisa menerima ini hanya karena cobaan-cobaan yang ringan. Permasalahannya karena dia tidak menjadikan sebuah ibadah.
Mertua cerewet ya sudah konsekuensinya, cobaan sedang ada, sederhana dalam Islam kuncinya terima dan bersabar. Layani apa yang kita mampu niatkan ibadah jadi mudah semua kalau ibadah itu. Jadi kalau kita dicereweti sekarang yasudah kita tenang saja ada yang perlu kita jawab maka jawab tapi kalau tidak perlu maka tidak usah. Sabar itu adalah menerima takdir Allah contohnya kita bangun pagi lalu terserang flu maka sabar dengan cara menerima flu ini sebagai takdir Allah lalu kemudian ikhtiar cari jalan keluar, inilah yang dikatakan sabar.
Bukan berarti kita tidak sabar kalau kita ikhtiar, kita terima keadaan kita nasehati, kita coba layani, bersabar karena Allah Maha Melihat. Niatnya ibadah ini penting sekali kalau sudah diniatkan ibadah maka semua akan mudah kita lalui, semua akan mudah kita jalani. Kalau namanya ibadah pasti akan ada gangguan-gangguan karena syaitan musuh kita tidak mau ibadah itu berjalan lancer. Pasti syaitan akan menggoda, ingat sabda Nabi ﷺ dalam hadist shahih, “Iblis pemimpin syaitan memiliki singgasana di lautan. Setiap hari anak cucunya melapor saya baru membuat orang bertengkar, saya baru membuat orang berzina, saya baru membuat orang minum khamar dan seterusnya, sama iblis dianggap biasa. Sampai datang anak cucunya yang mengatakan saya baru menceraikan suami istri, kalimat ini membuat anak cucunya yang melaporkan ini didudukkan disebelah singgasananya dan diberhentikan tugas artinya ini merupakan prestasi tertinggi”.
Sampai Ulama mengatakan, “kalau diluar rumah kita digoda dengan 10 syaitan maka di dalam rumah bisa 1000 syaitan”. Bisa saja mungkin karena istri terlambat buatkan minuman, sudah cukup membuat suami marah meninggalkan rumah dan tidak bicara selama dua hari. Bisa saja suami lupa membelikan pesanan istri, sudah cukup untuk bertengkar selama 2 hari tidak bicara bahkan sudah bisa mengucapkan kalimat cerai. Godaan syaitan besar karena ini ibadah, kita kalau mau bangun shalat malam digoda sama syaitan, “kau masih ngantuk, kau masih begini, kau masih begitu”. Kita yang harus bisa melawan godaan-godaan syaitan tersebut.
Pada dasarnya karena syaitan hanya seorang marketing yang menawarkan produknya yaitu tinggalkan ibadah. Bagaimana dia bisikkan segala macam hal agar kita tidak melakukannya. Jadi kita harus menjadikan rumah tangga kita adalah ibadah maka ikhlaskan niat karena Allah.
Sumber: Ustadz Khalid Basalamah