airplane over world map on blackboard

RUSAKNYA JASAD BUKAN TOLAK UKUR BURUKNYA KEIMANAN DAN KETAQWAAN KEPADA ALLAH

Sering kali tersirat dalam benak fikiran kita bahwa orang yang meninggal dunia yang mengakibatkan rusaknya jasad seperti kecelakaan bus, pesawat, tenggelam, kebakaran, dan lain sebagainya merupakan tolak ukur seburuk-buruknya kematian atau Su’ul Khotimah. Namun benarkah demikian?

Ustadz Khalid Basalamah menjelaskan bahwasanya itu tidak benar. Tidak ada kaitannya antara rusaknya jasad dengan Su’ul Khotimah. “Tidak akan dinilai Su’ul Khotimah dari buruknya fisik atau buruknya paras wajah atau berubahnya warna kulit. Namun umumnya Su’ul Khotimah itu dinilai bagaimana seseorang menutup dirinya dengan kemaksiatan”.

Selain itu, Ustadz Khalid Basalamah mejelaskan lagi “dalam buku sejarah banyak sekali sahabat yang meninggal mati syahid dalam kondisi tubuhnya rusak. Seperti Hamzah رضي الله عنه , paman Nabi ﷺ diperang uhud ditemukan hidungnya terpotong, dadanya terbelah, semua badannya dipenuhi dengan darah dan banyak lagi sahabat lainnya ditemukan di medan perang mati dalam kondisi jasad rusak. Jadi tolak ukurnya bukan karena rusaknya jasad fisik”.

Pada masa sekarang ini, kondisi seperti perang seperti yang terjadi di zaman Nabi ﷺ sudah tidak kita temukan. Namun, rusaknya jasad fisik seperti pada kondisi perang tersebut juga terjadi pada orang-orang yang rajin beribadah. Sebagai contoh, ada seorang Hafidz Qur’an ketika mendapatkan musibah kebakaran, kemudian meninggal karena terbakar. Kemudian ada lagi seseorang ahli ibadah yang sedang menaiki pesawat kemudian meledak pesawatnya atau seorang ahli ibadah lainnya yang sedang berada di kapal laut tenggelam atau naik bus kecelakaan sehingga meninggal dan jasad tubuhnya rusak, bukan berarti orang tersebut buruk atau Su’ul Khotimah.

Perbedaan Su’ul Khotimah dan Husnul Khotimah dilihat pada prilaku seseorang menjelang meninggal dunia. Jadi, apa yang menjadi kebiasaan seseorang menjelang meninggal dunia maka akan dilakukannya. Misalnya, seseorang meninggal (dengan Husnul Khotimah) beribadah yang paling senang dilakukannya adalah baca Qur’an atau shalat tahajud, maka seminggu atau dua minggu sebelum dia meninggal akan gencar melakukan ibadah tersebut sehingga tertutuplah hidupnya dengan amalan tersebut. Namun, jika seseorang (Su’ul Khotimah) terbiasa bohong, zina, atau maksiat lainnya maka seminggu atau dua minggu sebelum meninggal akan melakukan hal maksiat tersebut sehingga tertutuplah hidupnya dengan keadaan tersebut.

Sumber: Ustadz Khalid Basalamah


Posted

in

by

Tags: