Tidak boleh di dalam hati seorang Muslim ada sombong dan sombong itu menganggap remeh orang lain atau menolak kebenaran. Kebanyakan kita terkurung dengan upaya syaitan menyesatkan dan menjerumuskan kita kepada kesombongan-kesombongan dengan masalah adanya jenjang Pendidikan, jenjang sosial, jenjang ekonomi. Misal Allah سبحانه وتعالی membukakan bagi seseorang diantara kita harta, kaya raya punya segala macam transportasi, tempat tinggal, pakaian yang bagus, segala macam kebutuhannya bagus maka syaitan menunggangi pada diri orang ini kesombongan.
Dia kalau melihat ada orang yang beda dari sisi jenjang ekonomi itu, dia tiba-tiba menganggap remeh, terlintas misal dari tatapan mata, dari cara membentuk mulut atau bibir kesannya menganggap remeh, memotong perkataan orang, tidak menganggap penting mungkin karena orang itu bawahannya, tetangganya yang lebih miskin atau susah hidupnya dibandingkan dia ini semua teman-teman sekalian masuk ke dalam hal yang di benci, keburukan, tidak boleh seperti ini.
Atau misalnya jenjang sosial, dia merasa negaranya misalnya negara adikuasa. Pada saat dia datang ke negara lain menganggap negara itu negara kecil, penduduknya sedikit, dia merasa negaranya adikuasa padahal tidak ada hubungannya sama sekali dengan dia maka kemudian dia menganggap remeh seseorang. Atau dia tinggal di sebuah komplek kemudian dia tidak mau melirik orang-orang yang ada di sebelah tembok komplek itu karena memang rumah-rumah mereka rumah kayu, rumah biasa.
Atau mungkin dia melihat seseorang mengumpulkan sampah dijalan dengan pakaian yang kotor, mungkin hanya berharap orang ini mengeluarkan uang sepuluh ribu atau dua puluh ribu untuk diberikan agar dia bisa makan. Tapi dia dengan sombongnya tidak mau melihat, tidak mau membantu apalagi kalau kita sudah bicara masalah salaman misalnya atau mengajak ngobrol orang-orang susah ini. Padahal sabda Nabi ﷺ jelas sekali, “sesungguhnya kalian diberikan rezeki oleh Allah karena orang miskin diantara kalian, karena do’a, shalat, dan ketulusan juga keikhlasan orang miskin diantara kalian”.
Misal kelebihan fisik juga begitu, sering kali kalau kita melihat ada orang mengurai punya kekurangan fisik yang tidak kita punya, mungkin warna kulit, mungkin jenis rambut, mungkin jenis kulit, mungkin poster tubuh, apa saja. Maka seorang mukmin harus tahu bahwasannya disini dia harus merendah tidak boleh malah dia menganggap orang lain kurang, menganggap orang lain lebih rendah daripada dia. Ini semua hal keburukan dan tidak boleh ada dalam jiwa seorang muslim.
Sampai sebagian Ulama mengatakan, “kalau sudah muncul dari hatimu sedikit pun dari rasa kesombongan maka hati-hatilah karena sudah cukup dengan sedikit itu membuatmu tidak bisa mencium bau surga apalagi masuk di dalamnya”. Sebagaimana sabda Nabi ﷺ, “siapa yang dalam hatinya ada seperti biji sawi dari kesombongan maka tidak akan mencium bau surga”. Kita boleh menggunakan pakaian yang bagus, kendaraan yang bagus, rumah yang bagus tetapi merendahlah. Sesekali jenguk tetangga lihat keadaan ekonomi orang yang kurang, shadaqah. Kalau memberikan shadaqah kepada orang yang mengetuk kaca lagi di lampu merah jangan hanya buka sedikit jendelanya kemudian keluarkan dua jari itupun hanya dijepit seribu rupiah, turunkan jendelanya, salaman dengannya kalau sesama jenis ajak ngobrol mungkin dalam satu menit kita bisa dapatkan banyak informasi tentang dia.
Mungkin dia bilang anaknya mau sekolah dan dai tidak punya uang, uang sekolahnya sekitar dua ratus ribu rupuah lalu kita memberikan keperluannya tersebut sehingga anaknya bisa sekolah maka selama itu sampai anak itu berhasil nanti walaupun kita tidak biayai semua hidupnya tapi jenjang karir sekolahnya bisa berlanjut justru karena dua ratus ribu yang kita lakukan yang hampir anaknya dikeluarkan dari sekolah, sudah cukup menjadi amal jariyah untuk kita hanya dengan diskusi/ bicara ringan 1 menit. Bukankah kita bisa mengajarkan sebuah hadist kepada anak-anak yang datang nyanyi-nyanyi dekat kaca mobil daripada kita biarkan dan muncul sedikit rasa kesombongan dalam hati menganggap kita lebih hebat daripada dia atau lebih baik hanya karena kita menggunakan mobil.
Dan ini harus dihilangkan semua karena itu hak seorang muslim, tidak boleh sampai ada keburukan atau hal-hal yang dibenci yang kita timpakan padanya termasuk dalam hadist ini banyaknya manusia terjerumus dalam kesombongan. Bukankah syaitan sudah cukup menunggangi keadaan kita hanya karena kita sedang memakai sepatu baru, hanya karena memakai baju baru. Bukankah cara jalan kita sudah berubah hanya dengan pakai sepatu baru atau hanya dengan pakai baju baru. Sampai kata para Ulama, “kalau terlintas dalam hatimu sedikit kesombongan maka bungkukkanlah badanmu”, dan kata Hasan Basri, “kalau kau melihat seseorang yang lebih tua di hadapanmu siapapun dia, bagaimanapun keadaan fisiknya, maka selalu ucapkan bahwasannya dia lebih tua dari aku maka berarti dia lebih banyak amal shalihnya, dan kalau kau melihat orang yang lebih muda daripada kamu maka ucapkanlah orang ini lebih muda maka mungkin dia lebih sedikit dosanya”.
Dengan demikian kita selalu berada di lingkup merendah pada saat itu dan jauh dari hal yang bisa membuat saudara kita merasa terkucilkan atau kita menimpakan keburukan ataupun sesuatu yang dibenci olehnya sebagaimana kita benci buat diri kita sendiri hanya karena pintu-pintu syaitan dibuka. Kata Syeikh Abu Bakhar Rahimahullah, “tidak menimpakan keburukan pada muslim atau sesuatu yang dibenci kepadanya”, hal ini berdasarkan sabda Rasulullah ﷺ di dalam hadist riwayat Imam Muslim no. 2564, “setiap muslim atas muslim lainnya diharamkan darahnya, hartanya dan juga kehormatannya”.
Diharamkan darahnya maksudnya tidak boleh ditumpahkan tanpa udzur syar’i, kalau kita pemerintah ada orang yang jelas-jelas melanggar, dia membunuh atau misalnya dia mencuri kemudian ada hukum Islam diterapkan di qishash kepalanya atau dipotong tangannya, itu lain karena ada perintah sang pencipta disitu. Tapi kalau tidak ada apa hak kita memukul, menonjok orang lain, hanya karena dia bawahan kita misalnya atau hanya karena kita merasa kakak kelas/ senior misalnya menonjok orang.
Bukankah kata Nabi ﷺ, “kasihani orang yang ada di muka bumi dan yang dilangit akan mengasihanimu”. Tidak pernah kita temukan Nabi ﷺ menonjok-nonjok orang atau para sahabat disebutkan riwayat. Kecuali orang itu memang berhubungan dengan hukum syar’i, pernah kasus Nabi ﷺ menyuruh orang Yahudi yang jelas-jelas mencuri lalu kemudian dia tidak mau mengaku. Nabi ﷺ dapat wahyu dan mengatakan kepada Yahudi itu, “wahyu turun kepadaku bahwa kamu mencuri”, lalu Yahudi mengatakan tidak. Maka kata Nabi ﷺ kepada Zubair, “Zubair hukumlah orang ini”, maka Zubair pun memukul orang Yahudi ini karena perintah Nabi ﷺ agar dia mengaku itu berbeda.
Berhubungan dengan masalah penjahat-penjahat tetapi itupun yang menanganinya adalah pihak pemerintah karena Nabi ﷺ disini merupakan pihak pemerintah bukan individu. Hal ini harus kita garis bawahi agar tidak terbuka pintu-pintu syaitan itu. Diharamkan darahnya, diharamkan hartanya tidak boleh menipunya, tidak boleh hutang dengannya tidak mau bayar, haram semuanya percuma biarpun kita mengambil milyaran rupiah karena manipulasi data atau karena hutang sama seseorang muslim atau misalnya menjadikan dia sebagai target untuk ditipu, kita ajak dia berbisnis lalu sudah tahu kita akan menipunya dengan sengaja kita memanipulasi keadaan. Ini semua haram hukumnya dan tidak ada manfaatnya harta itu, dipastikan akan berbahaya buat penipu tersebut.
Dan juga diharamkan kehormatannya, tidak boleh diganggu istrinya, tidak boleh diganggu anaknya, tidak boleh dirusak namanya dengan gunjingan/ ghibah termasuk sekarang luar biasa media-media kita ini, menggunjing sesame muslim setiap hari ada saja tokoh yang menjadi target. Masalah dengan istrinya, masalah sama suaminya, masalah sama anaknya, masalah sama pembantunya, masalah sama kerjaannya, segala macam dikorek-korek. Sampai kadang-kadang sengaja dipasang kamera tersembunyi untuk mencari aibnya orang lain, ini mencoreng kehormatan dan dalam Islam tidak ada sama sekali.
Kalau kita melihat aib dari seorang muslim, tugas kita adalah menutupi aib tersebut. Kata Nabi ﷺ, “siapa yang menutupi aib seorang muslim di dunia, Allah akan tutupi aibnya pada hari kiamat”. Dalil yang kedua adalah hadist Nabi ﷺ riwayat Imam Ahmad no. 22555 dan Abu Daud no. 5004 dengan sanat yang shahih, “seorang muslim tidak boleh menakut-nakuti muslim yang lain”. Karena ada seorang sahabat bawa pedang padahal tidak di apa-apain hanya dipasang di pinggangnya saja tetapi tidak punya sarung pedang itu sehingga kalau ada orang yang berpapasan mungkin bisa kena. Di pasar Madinah waktu baginda Nabi ﷺ melihat, beliau mengatakan, “beritahukan kepada orang itu agar membungkus pedangnya agar jangan sampai dia menyakiti saudaranya muslim”. Padahal dia tidak niat apa-apa, demikian juga kita kalau membawa barang maka berhati-hatilah jangan sampai menyakiti orang lain.
Ada orang subhanallah kadang-kadang sudah salah malah dianya yang marah-marah. Ini dalam bahasa Arab dikatakan dua keburukan bersatu dalam satu perbuatan. Orang-orang Arab dulu kalau seandainya ada seorang penjual kurma, kurma yang dipajang bagus kemudian pada saat dibungkusin untuk orang lain diberikan kurma yang buruk/ khasaf, kurma yang kering kemudian pada saat ditimbang kurang lagi timbangannya. Maka dua keburukan, sudah kurmanya buruk kemudian timbangannya lagi kurang maka ini ditarik dalam semua perilaku yang seperti itu. Sudah mau hutang sama orang kemudian dia menggunakan intimidasi, mau minta tolong sama seseorang tetapi minta tolongnya dengan kasar, dan seterusnya. Jika seorang muslim yang tidak salah disalahin berarti sudah merusak kehormatan seorang muslim. Dan tidak boleh menakut-nakuti seorang muslim diharamkan oleh Nabi ﷺ.
Kemudian juga dikatakan oleh Nabi ﷺ di dalam hadist yang lain diriwayatkan Imam Ahmad dan disanatnya ada kelemahan tetapi Syeikh Abu Bakhar Rahimahullah mengangkat hadist ini karena tidak bentrok dengan hadist-hadist yang shahih bahkan bisa jalan atau semakna, kata Nabi ﷺ, “seorang muslim tidak boleh mengisyaratkan kepada saudaranya sesama muslim dengan pandangan yang menyakitinya”. Pandangan tersebut seperti pandangan sinis, menganggap remeh dari tatapan matanya, ini semua tidak boleh sama sekali. Ingat siapapun yang menganggap remeh orang lain, hati-hati keadaan orang tersebut bisa berpindah kepada kita.
Dalam sebuah kisah disebutkan dalam Salafil Ummah pernah cerita dari kalangan Tabi’in, dia bialng, “saya masuk ke masjid, saya temukan ada orang lagi shalat dan orang itu khusyuk sekali shalatnya di pojok masjid, sujudnya, rukuknya, bacaannya luar biasa terlintas di hati saya perkataan dan saya mengiyakan sepertinya orang itu sedang riya dalam beribadah karena orang itu ketika sujud menangis kemudian gara-gara perkataan ini Allah mengharamkan saya menangis sebulan”. Padahal orang ini tadinya suka nangis karena Allah.
Umar Radhiyallahu’anhu yang berkata, “saya khawatir kalau melihat seorang wanita hamil lewat di hadapanku lalu aku berkata ih besar ya perutnya maka Allah membuat aku hamil”. Ini merupakan perkataan keimanan dimana Umar mengatakan khawatir kalau ada penganggap remehan terhadap seorang muslim yang lain, sudah cukup Allah pindahkan masalah itu. Banyak diantara salaful ummah mengatakan, “tidak ada seseorang yang menganggap remeh orang lain bahkan itu terjadi pada musuh sekalipun kecuali Allah سبحانه وتعالی akan membalik keadaan”. Kisah perang Hunain Nabi ﷺ ada pasukan muslimin diatas sepuluh ribu orang, lebih besar daripada pasukan kafir, pertama kali pasukan muslimin lebih banyak daripada pasukan kafir. Muncul di diri beberapa sahabat menganggap remeh dengan musuh maka yang terjadi muslimin dikalahkan pada saat di awal peperangan. Makanya Nabi ﷺ membaca do’a minta dilindungi dari samatatil’ada (menganggap remeh musuh).
Tidak boleh kita menganggap remeh sekalipun itu merupakan musuh klita. Apalagi kalau hanya saingan kerja, apalagi hanya sekedar saingan di komplek, saingan di Yayasan, saingan di masjid, apa urusannya/ apa hubungannya kita menganggap remeh orang lain itu hukumnya haram, tidak dibolehkan. Ingat menganggap remeh orang lain bisa pindah keadaannya ke kita. Maka merendahlah kita, kata Nabi ﷺ, “siapa yang makin merendah di jalan Allah maka Allah akan tinggikan derajatnya”, jadi kita harus jaga ini.
Dikatakan juga dalam hadist yang lain, hadist diriwayatkan Imam Bukhari no. 10 dan Imam Muslim no. 40 kata Nabi ﷺ, “seorang muslim yang sejati adalah yang mana kaum muslimin lainnya selamat dari keburukan lisan dan tangannya”. Ibnu Mas’ud berkata, “tidak ada sesuatu yang harus dipuasakan dan dipenjarakan paling lama dibandingkan lisan seseorang”. Cukup bicara nasihat, tanya kabar, ilmu pengetahuan, untuk pembicaraan yang lainnya diam, jangan ucapkan yang tidak bermanfaat. Karena ucapan ada pertanggungjawaban berbeda dengan kita mendengar makanya Ashsurbi berkata, “saya belajar dari seseorang yang belajar di majelis saya, ada orang di majelis saya bertahun-tahun tidak pernah ngomong orang itu lalu saya tanya dan saya terus mengulangi pengalaman orang itu sewaktu saya diskusi dengan orang itu, saya tanya hai fulan kenapa sudah ikut di majelis saya bertahun-tahun tidka pernah bicara? Orang itu bilang, saya dengar maka saya dapat manfaat dan pendengaran seseorang yang dia dengar hanya untuk dirinya tidak ada masalahnya sama orang, baik saya terima dan buruk saya tolak”.
Bagian seseorang dari lisannya adalah untuk orang lain, kalau salah dia harus memperbaikinya dan itu tidak gampang maka hanya mendengarkan akan aman. Saat diam juga akan aman artinya kalau bicara untuk sesuatu yang bermanfaat misalnya bertanya sesuatu yang bermanfaat. Tetapi kalau untuk hal yang tidak penting, untuk menunjukkan di majelis ilmu kalau saya pintar, ini pertanyaan dari kita. Untuk apa hal seperti ini kita lakukan hanya membuat kita tidak mencium bau surga. Jika datang dalam sebuah majelis kita sudah paham, Alhamdulilllah, saat pulang diamalkan begitulah seorang mukmin.
Jadi akan bermanfaat untuk kita, tidak ada manfaatnya kalau dipakai untuk bersombong-sombong, untuk pamer sama orang, tidak ada manfaatnya. Makanya Allah سبحانه وتعالی menonjolkan sebagian orang yang bisa menjadi pelajaran siapa yang paling ikhlas diantara mereka, siapa yang paling tulus, siapa yang memang mengejar akhirat, siapa yang selalu sangka baik dengan saudaranya muslim maka Allah tonjolkan dia. Tapi kalau orang ini mau menjatuhkan sana-sini, hanya ingin mencari ketenaran, hanya untuk lainnya yang buruk maka kita akan temukan orang ini hanya sebentar.
Saat Imam Malik Rahimahullah menulis kitab Wadha’, beliau bilang kepada murid-muridnya lalu murid-muridnya bilang, “hai imam hadist yang anda sampaikan setiap hari mulia sekali”. Sampai Ulama hadist mencap/ mengatakan sanat hadist yang emas adalah sanat hadist Imam Malik dari Nafi’. Nafi’ ini adalah mantan budaknya Abdullah bin Umar dari Rasulullah ﷺ, ini sanat emas kalau ini ada pasti hadistnya shahih karena Imam Malik dengar langsung dari Nafi’ yang tinggal bersama Abdullah bin Umar. Belajar semuanya dan ini Ulama besarnya Tabi’in.
Maka beliau sewaktu murid-muridnya bilang hai Imam sepertinya harus anda tulis ini, hadist yang kita dengar semua dan tidak semua kita hafal lalu kata Imam Malik baiklah tulis kemudian dikasih nama Kitab Mutha’. Waktu orang-orang yang selevel dengan Imam Malik yang pada saat itu juga dikenal sebagai Ulama, sebagai da’i, banyak ta’limnya segala macam berlomba-lomba dengar Imam Malik menulis hadist muncul ide menulis buku hadist juga. Mereka berlomba-lomba menulis dan mereka menamakan kitabnya juga Mutha’. Sampai sewaktu itu ada ratusan Mutha’/ kitab hadist dan mereka tidak menamakan buku lain. Curi idenya Imam Malik, murid-murid Imam Malik bertanya hai Imam bagaimana pendapat anda ini, anda menyusun buku ini orang semua pada ikut-ikutan, kata beliau sebuah kalimat mulia yang sederhana, “manapun yang dikerjakan karena Allah pasti kekal”.
Sewaktu terjadi suku Tatar menyerang Iraq merebut wilayah kaum muslimin ratusan kitab Mutha’ yang disusun pada saat itu semuanya habis, tidak ada yang tahu dimana sejarahnya, ada yang di lempar di lautan, ada yang rusak dan segala macam dan kitab satu-satunya yang tinggal sampai sekarang adalah kitabnya Imam Malik Rahimahullah. Bagaimana Allah menghantarkan keikhlasan itu kepada targetnya, untuk apa bersaing dengan seorang muslim?
Hadist mulia kata Nabi ﷺ, “tidak ada seseorang yang mendo’akan saudaranya muslim kecuali di atas kepalanya malaikat akan berkata kau akan dapat yang sama, kau akan dapat yang sama”, do’a malaikat mustajab. Kita lihat teman kita punya kekayaan, ya Allah limpahkan kekayaan lebih banyak lagi, berkahi untuknya. Ketika kita sedang mendoakan teman kita tanpa kita sadari bahwa kita sedang mendo’akan untuk diri kita sendiri. Kita lihat orang pintar, ya Allah berkahi kepintarannya, keluarganya bahagia, ya Allah tambahkan kebahagiaan.
Kalau kita do’akan keburukan misalnya kita mengatakan, “kenapa dapat begini? Mudah-mudahan usahanya bangkrut, mudah-mudahan begini, mudah-mudahan kelebihan fisiknya jadi rusak dan segalanya, gembira kalau saudaranya muslim kena tertimpa masalah. Maka ini sama saja dengan kita mendo’akan diri kita karena malaikat mengatakan, kau dapat sama, kau dapat sama”. Do’a kita untuk dia belum tentu diterima tetapi do’a malaikat untuk kita pasti diterima. Kenapa tidak mendo’akan kebaikan?
Biasakan untuk tidak hasut kepada orang lain yang memiliki kelebihan yang diberikan oleh Allah dengan mengatakan hal-hal yang baik seperti MasyaAllah semoga Allah berkahi InsyaAllah jadi luas, jadi banyak, dsb. jadi sudah menutup pintu keburukan karena sudah memahami masalah ini. Selalu do’akan kebaikan, do’akan istri, do’akan anak, do’akan suami, do’akan orang yang bantu, semoga Allah berkahi kehidupannya, doa’akan semua kebaikan, jazakallah khair.
Maka itu yang diharapkan, lisan kita bukan menyakiti muslim tetapi malah memberikan kebaikan kepadanya karena dikatakan seorang muslim yang sejati adalah yang mana kaum muslimin lain selamat dari keburukan lisan dan tangannya. Apakah itu memukul, mengambil, mencuri, dst. Ini masuk kedalam masalah tangan.
Kemudian hadist yang lain adalah hadist yang diriwayatkan Ahmad no. 6886 dan Tirmidzi no. 2627 dan Hakim disebutkan dalam jilid pertama no. 54 dengan sanat shahih kata baginda Nabi ﷺ, “seorang mukmin yang sejati adalah seorang yang kaum mukminin lainnya merasa aman dari gangguan diri dan harta mereka”. Jadi ada orang Subhanallah kita takut kalau orang ini bertemu dengan istri kita karena matanya jelalatan/ matanya seperti orang yang mau menerkam istri kita, ada orang yang suka mengganggu istrinya orang, laahaulaquwataillabillah.
Ada orang yang kita ketakutan kalau menginap di rumah kita karena orang ini terdengar misalnya suka mencuri, tidak ada keamanan, ini adalah orang-orang yang buruk semuanya. Orang yang seperti ini harus dijauhi. Maka sifat seorang mukmin harus semua orang merasa aman dengan kita, dibuat seaman mungkin. Dan ingat Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Adil mengawasi, “Allah mengawasi kalian dengan sangat detail, semua perbuatan sekecil apapun, baik atau buruk, yang berbuat seperti biji sawi kebaikan dia pasti lihat”. Lihat kata Ulama tafsir di dunia ada kebaikan-kebaikan balasannya dan di akhirat ada balasan kebaikannya juga. Dan sebaliknya, keburukan juga sama sekecil apapun aka nada konsekuensi pembersihan begitu juga dengan di akhirat.
Lalu untuk apa kita mengambil hak orang lain, mengganggu mereka, untuk apa? Ini hak seorang muslim harus dijaga siapapun dia yang penting dia seorang muslim. Jangan anggap remeh fisik orang, kadang-kadang seperti yang telah kita sebutkan diatas karena jenjang Pendidikan, kekayaan, sosial, membuat kita merasa lebih hebat dari orang lain. Mungkin ada seorang pengurus masjid tidak ada sekolahnya, ijazah SD pun tidak ada tetapi setiap hari adzan, ngurus masjid itu lebih afdhal daripada kita. Setiap hari ngurus rumah Allah, demi Allah mengurus masjid ini dan masjid lain lebih baik daripada mengurus istana merdeka, ini rumahnya Allah sedangkan itu rumah jabatannya manusia.
Ini rumahnya Allah walaupun mushallah kecil, itu orang lebih mulia. Berapa orang diantara kita yang menganggap remeh orang seperti ini? Mungkin dia pintar sekolah di Jakarta S2, S3 atau sudah Profesor ada orang tuanya di kampung hanya mengurus perkebunan dan pertanian, tidak mengerti apa-apa lalu dia pulang kampung karena dia sudah terbiasa dengan bahasa-bahasa atau kosakata-kosakata akademik maka akhirnya dia ketemu dengan orang tuanya ngomong apa adanya tidak ada pendidikannya lalu muncul perasaan menganggap remeh. Ini bagaimana caranya sampai kita bisa merasa seperti ini, ini semua harus dihilangkan dan kita harus menjadi orang mukmin yang menghormati orang lain.
Rendah hati dan tidak menyombongkan diri kepadanya, serta tidak membangunkannya dari tempat duduknya untuk kemudian mendudukinya. Hal ini berdasarkan firman Allah سبحانه وتعالی dalam surah Lukman ayat 18, yaitu:
وَلَا تُصَعِّرۡ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمۡشِ فِى الۡاَرۡضِ مَرَحًا ؕ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخۡتَالٍ فَخُوۡرٍۚ
Artinya:
Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri. (QS. Lukman:18)
Angkuh ini masuk didalamnya perilaku, perkataan, gerak-gerik, bahasa tubuh, semuanya kalau membawa kepada kesombongan diistilahkan angkuh. Dalam sabda Nabi ﷺ di dalam hadist riwayat Abdul Daud no.4895, Ibnu Majah no. 4179 dengan sanat shahih kata Nabi ﷺ, “sesungguhnya Allah telah mewahyukan secara khusus kepadaku agar kalian bersikap rendah hati sehingga tidak ada seorang pun yang membanggakan diri terhadap orang lain”. Ini perintah, wahyu dari Allah langsung disuruh itu, raja, pencipta, pemilik langit dan bumi yang memerintahkan itu.
Jangan sombong, kita tidak akan bisa mencapai gunung yang besar dan kita juga tidak bisa membuat apa-apa. Kalau mau pamerin kekuatan di depan musuh di Israel, perlihatkan otot-ototmu disana kalau mau ribut di medan perang. Sahabat itu kalau ngomong satu sama lain sampai hampir tidak terdengar diantara mereka karena lembutnya tetapi di kancah peperangan suara mereka bisa membuat musuh-musuh pada takut. Seperti itu laki-laki yang jantan bukan pamer-pamer di depan orang.
Ada orang rumah tangganya Subhanallah, istrinya menjadi bahan tempat praktek sebentar memar di kiri, sebentar memar di kanan, sebentar benjol di kepala, sebentar di Tarik rambutnya, sebentar di tendang, ingatlah akhi ototmu itu bukan untuk perempuan pergilah ke medan perang bukan dirumah melakukan hal seperti ini. Anaknya dipukuli segala macam padahal kalau diluar mungkin pengecut ini orang, tidak ada gunanya semua ini.
Diangkat disini sabda Nabi ﷺ dalam hadist yang shahih diriwayatkan Imam Muslim no. 2588, “tidaklah seseorang berendah hati karena Allah melainkan Allah ta’ala akan meninggikan martabatnya”, lain dari itu karena ada contoh dari Rasulullah ﷺ tentang rendah hati, beliau terhadap kaum mukminin, kaum muslimin walaupun beliau penghulu para rasul dan beliau tidak congkak serta tidak sombong sehingga beliau tetap berkenan, berjalan bersama para janda, fakir miskin dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Bahkan dalam suatu do’anya beliau mengucapkan, “ya Allah hidupkanlah aku dalam keadaan miskin (maksudnya seperti keadaan orang-orang yang miskin bukan Nabi minta supaya miskin hidupnya yang dimaksud adalah supaya saya bisa merasakan keadaan orang-orang miskin itu) dan matikanlah aku dalam keadaan seperti mereka dan himpunkanlah aku bersama golongan orang-ornag miskin“, hadist ini shahih diriwayatkan Ibnu Majah no. 4126 dan juga Al-Hakim di jilid 4 no. 358.
Orang miskin itu biasanya tulus sekali dan ikhlas kalau hilang barangnya gampang sekali mengikhlaskan. Yang terakhir hadist Nabi ﷺ, hadist ini diriwayatkan Imam Bukhari no. 6269 dan Muslim no. 2177 kata Nabi ﷺ, “janganlah diantara kalian membangunkan seseorang dari tempat duduknya lalu dia menduduki tempatnya akan tetapi lapangkanlah dan luaskanlah”, kalau mau masuk pamit lalu masuk ke sebelah juga jangan seperti di masjid sudah dilowongkan tempat buat seseorang jangan kita ambil, memang sudah begitu kalau ada saudara kita muslim kita pindah ke tempat yang lain. Kalaupun kita mau maka lebarkanlah atau luaskanlah dalam riwayat lain dikatakan, “lunakkan pundak-pundak kalian untuk saudara kalian supaya bisa masuk dalam shaf”. Tapi kalau kita pindahkan orang lain hanya karena dia tukang sampah, hanya karena dia orang yang tidak dikenal di masjid itu maka ini semua tidak dibenarkan. Allahu’alam
Sumber: Ustadz Khalid Basalamah