silver and gold coins

KEUANGAN RUMAH TANGGA

Pertama ada pemahaman dari Din (tatacara) kita atau keyakinan dari Din kita masalah keuangan dalam keluarga, pertama ini masuk dalam konsekuensi hubungan pernikahan. Yang dengan adanya pernikahan tersebut maka ada disana kewajiban dan hak masing-masing. Suami memiliki kewajiban dan istri memiliki kewajiban, suami memiliki hak atas istrinya dan istrinya memiliki hak atas suaminya. Hukum dari hak dan kewajiban dari kedua belah pihak dalam rumah tangga banyak sekali. Namun kita fokuskan disini yaitu masalah harta atau keuangan.

Maka ditangan siapakah kewajiban rumah tangga? Dan apa hak dari pihak  yang lain? Bila ini menjadi kewajiban salah seorang saja. Apakah kewajiban keuangan rumah tangga dari kedua belah pihak atau salah satu saja? Denagan demikian dari sini kita berangkat untuk membahas tentang permasalahannya karena dalam permasalahan harta tentu akan berkisar dari cara mendapatkan dan cara membelanjakan. Maka yang ditanyakan oleh Allah سبحانه وتعالی pada hari kiamat nanti juga menyangkut tentang ini.

“Bahwa tidak akan beranjak kaki seseorang di padang mahsyar sampai ditanya tentang 4 hal”, ditanya tentang hartanya (darimana dia dapatkan dan untuk apa dia belanjakan/ distribusikan). Pertama kewajiban harta/ keuangan rumah tangga di tangan siapa? Suami yang bertanggung jawab mencari nafkah dan istri yang membelanjakan. Allah mengatakan dalam Al-Qur’an, “laki-laki yang mendirikan terhadap perempuan/ istri-istrinya, sebabnya mereka menjadi pemimpin/ penanggung jawab bagi rumah tangga karena Allah berikan kelebihan kepada mereka yang tidak diberikan kepada yang lainnya/ perempuan”.

Kita jangan mau disesatkan oleh orang-orang kuffar, sebenarnya mereka melakukan penindasan terhadap hak perempuan dengan mengeluarkan perempuan dari rumahnya dan mengharuskan perempuan melakukan apa yang tidak sepantasnya dilakukan oleh perempuan. Sampai salah seorang perwira dari Inggris ketika terjadi perang teluk pertama di Kuwait tersebut dibuat tenda-tenda/ kemah-kemah untuk memberikan dakwah kepada Muslim. Salah seorang perwira Inggris ini ingin hadir ke dalam majelis tersebut dengan berpakaian lengkap masuk ke tenda tempat laki-laki lalu ketika ketahuan dia seorang perempuan maka diminta untuk pindah ke tenda tempat perempuan. Perwira tersebut beranggapan tidak masalah berkumpul dengan laki-laki karena dia memiliki prajurit 100 lebih jumlahnya dan laki-laki semuanya.

Saat masuk ke tenda perempuan, semua perempuan pakaiannya tertutup rapat dan kebanyakan dari mereka bercadar. Lalu perwira Inggris tersebut bertanya, “apa kalian tidak gerah hidup seperti ini?, tertutup semuanya seperti dalam karung saja”. Lalu mereka menjawab, “kami  memang hidup seperti ini tapi kami enak/bahagia karena kami di rumah saja, kami tidak pernah keluar rumah untuk bekerja”. Perwira tersebut pun kaget seperti tidak percaya dengan apa yang dikatakan mereka. Kemudian setelah perwira tersebut yakin, dia pun sedih dan mengatakan, “kalau begitu ambil pangkat perwira saya ini, nikahkan saya dengan laki-laki diantara kalian karena saya juga sebetulnya tidak mau bekerja tetapi kalau saya tidak bekerja ada anak saya 2 orang di Inggris kemudian saya mempunyai tanggung jawab membayar kontrakan rumah kalau saya tidak bekerja seperti ini, tidak ada yang memberi makan anak saya dan tidak ada yang memberikan saya untuk membayar kontrakan rumah dan makan”.

Artinya disini secara naluri manusia atau fitrah manusia karena memang Allah yang menciptakan manusia jadi lebih tahu bahwa memang perempuan tidak kuat untuk hal tersebut. Kenapa terjadi kepemimpinan di rumah tangga? Pertama karena memang Allah lebihkan, memang karakter laki-laki dilebihkan oelh Allah untuk siap menjadi pemimpin. Perempuan tidak siap untuk menjadi pemimpin, ini tabiat. Bila ada perempuan jadi pemimpin maka dia keluar dari tabiatnya. Dan karena harta yang mereka infakkan maka kewajiban menginfakkan harta rumah tangga/ mencari adalah kewajiban laki-laki. Maka Allah menghubungkan antara kepemimpinan rumah tangga dengan pendapatan, dengan hasil pendapatan karena dia yang menghasilkan pendapatan rumah tangga, ini sangat berhubungan sekali.

Mencari harta sangat berhubungan dengan tanggung jawab sebagai pemimpin artinya hubungan kepemimpinan dengan kewajiban mencari harta, berhubungan erat. Bila seorang laki-laki meninggalkan ini maka pemimpin dalam rumah tangga tidak ada. Diambil peran ini oleh istrinya maka istri yang menjadi pemimpin di rumah tangga. Kalau kedua-duanya saling bekerja maka terjadi dua pemimpin dalam rumah tangga. Jika ada dua pemimpin di dalam rumah tangga biasanya akan perang karena istri mempunyai kekuatan juga, mempunyai harta dan mencari harta juga begitupun dengan suami bila saling berimbang maka istri tidak mau tunduk kepada suami dan suami tentu dengan nalurinya tidak mau tunduk juga kepada istri. Tentu hidup seperti ini akan susah serasinya.

Tanggung jawab tetap di tangan suami kalau kurang dan istri ingin membantu dibolehkan sampai tercukupi semua kebutuhan dikemudian hari maka istri berhenti bekerja. Cukup atau tidaknya pendapatan kit aitu sifatnya relative dan nisbih. Allah mengatakan, “hendaklah suami yang diberikan kelapangan rezeki oleh Allah سبحانه وتعالی menafkahkan dari kelapangannya dan suami yang disempitkan rezekinya oleh Allah memberikan nafkah dari apa yang Allah berikan”. Kemudian Allah mengatakan, “Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya”.

Artinya sedikit dan banyak yang menentukan adalah Allah, walau seorang suami bekerja sebelum matahari terbit sudah keluar dari rumah dan pulang setelah matahari terbenam namun memiliki gaji yang sedikit. Ada juga orang yang bekerja 24 jam di rumahnya bisa menemani istri dan anak-anaknya seharian seperti Bill Gates dahulu merintis Microsoft dari garasi rumahnya dan sekarang menjadi orang terkaya nomer 1 di dunia. Hal ini menunjukkan bahwa rezeki jangan dikatakan berbanding lurus dengan jam, usaha, waktu serta kejeniusan kita.

Jadi Qarun mengatakan, “harta ini kudapatkan berdasarkan kemampuan/ keahlian keilmuanku”, maka Allah mengatakan, “tidak”. Jangan katakan bahwa seorang suami Doktor, pintar, jenius sehingga rezekinya banyak, belum tentu! Jangan katakan suami saya hanya tamatan SD, cara berfikirnya pendek dan segala macam sehingga rezekinya sedikit, belum tentu! Jangan katakan suami saya giat bekerja jadi rezekinya banyak, belum tentu! Dan sebaliknya suami saya mau bekerja tapi masih memiliki banyak waktu untuk pengajian, shalat ke masjid dan keluarga sehingga rezekinya sedikit, belum tentu!

Allah memerintahkan, “suami untuk memberikan nafkah sesuai dengan kemampuannya”. Kalau dia dilapangkan oleh Allah rezekinya berarti rezeki untuk keluarganya dan siapa yang rezekinya disempitkan oleh Allah سبحانه وتعالی maka hendaklah dia menafkahkannya sesuai dengan apa yang diberikan oleh Allah سبحانه وتعالی. Dan Allah tidak memberatkan diluar kemampuannya. Hal ini pernah terjadi di masa Rasulullah ﷺ diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim tentang firman Allah سبحانه وتعالی, sebab turun ayat ini Rasulullah ﷺ tidak mau menerima siapa pun di rumahnya, hening, sepi rumah Rasulullah ﷺ, semuanya berdiam diri tidak ada satu tamupun yang diberikan izin masuk lalu Abu Bakar minta izin masuk tetapi tidak ada yang berubah di rumah tangga Rasulullah ﷺ.

Lalu Umar minta izin memaksa masuk karena dia masih mertua Rasulullah ﷺ, anak beliau Hafshah istri Rasulullah ﷺ saat masuk kemudian dia mengatakan, “saya akan rubah suasana yang mencekam ini, saya akan buat Rasulullah ﷺ tertawa lalu dia memulai perkataannya, wahai Rasulullah ﷺ sesungguhnya istri saya kemarin minta tambah nafkah/ keuangan rumah tangga lalu aku pukul tengkuknya”, dan Rasulullah ﷺ tertawa lalu mengatakan, “iya mereka semua ini meminta tambahan nafkah”. Lalu Abu Bakar berdiri dan memukul tengkuk ‘Aisyah dan Umar berdiri memukul tengkuk Hafshah.

Sehingga mencair suasananya karena sudah dipukul dan turunlah firman Allah سبحانه وتعال, “wahai Nabi, katakan kepada istri-istrimu jika kalian menginginkan dunia dan keindahannya, kemarilah kalian, kuberikan kalian nafkah dunia ini sebesar-besarnya tetapi berarti bila kalian memilih dunia kalian bukan lagi menjadi istri Rasulullah ﷺ, tapi kalau kalian menginginkan Allah dan Rasulnya dan menginginkan kampung akhirat sesungguhnya Allah menyediakan bagi orang-orang yang baik diantara kalian pahala yang besar”. Istri-istri Rasulullah ﷺ menjawab, “kami pilih Allah dan Rasulnya dan kampung akhirat”. Berarti konsekuensi yang harus mereka terima yaitu siap hidup apa adanya.

Biasanya yang membuat lak-laki gelap mata untuk melakukan yang haram adalah seorang istri. Maka sekarang untuk seorang istri selagi suami masih bekerja dan bisa bekerja, berapapun yang diberikan oleh suami maka bersyukurlah kepada Allah سبحانه وتعالی. Allah tidak membebankan suami diatas kemampuannya dan istri jangan bebankan suami diatas kemampuannya. Sekarang tinggal bagaimana kita memanfaatkan yang ada yakni rezeki yang diberikan oleh Allah سبحانه وتعالی ini. Kita lihat realita sekarang saat suami gajian maka 100% gaji yang diterima diberikan kepada istri semuanya. Jika seperti ini maka kepemimpinan jadi berada di tangan istri.

Maka Rasulullah ﷺ mengajarkan diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, “bersedekahlah kalian, sedekahkan/ belanjakan untuk dirimu, berikan/ sedekahkan untuk keluargamu, berikan untuk anak-anakmu, untuk orang yang berkhitbah membantumu, dan selanjutnya engkau lebih tahu kemana akan engkau berikan”. Berarti bila seorang suami terima gaji, yang pertama wajib untuk dirinya bukan istrinya, jangan seorang istri menjadi dzalim. Sebagai contoh ada rumah atas nama istri lalu kendaraan juga atas nama istri padahal Islam tidak menganjurkan demikian. Maka seorang istri yang mendapatkan suami yang sangat baik, jangan memanfaatkan kebaikannya. Kedzaliman merupakan kedzaliman nanti di hari akhirat.

Maka seorang istri yang baik, suami menyerahkan semua harta untuknya lalu nanti seorang istri mentransferkan berapa persen gaji di rekening suaminya karena suami sibuk jadi tidak sempat mengurus hal-hal yang demikian.

Sumber: Ustadz Erwandi Tarmizi