man and woman sitting at the table with candles and eating during ramadan

Bahaya Besar bagi yang Sengaja Meninggalkan Puasa Ramadhan

Ulasan kajian ini membahas hukum puasa, siapa saja yang wajib berpuasa, dispensasi (rukhsah) bagi mereka yang tidak bisa berpuasa, serta keutamaan dan ancaman bagi yang meninggalkannya.

Selain itu, dibahas pula bahaya besar bagi mereka yang sengaja tidak berpuasa tanpa uzur syar’i, baik dari sisi ancaman dalam Al-Qur’an dan hadis, siksa di akhirat, serta peringatan dari para sahabat Nabi.

Kajian ini juga mencakup sesi tanya jawab mengenai hukum puasa bagi wanita hamil, menyusui, orang yang bekerja berat, serta solusi bagi mereka yang memiliki kesulitan dalam menjalankan puasa.

Kajian ini sangat penting agar kita lebih memahami bagaimana seharusnya kita menyikapi puasa sesuai dengan ajaran Islam.


1. Puasa sebagai Kewajiban dalam Islam

Puasa merupakan salah satu dari lima rukun Islam yang wajib dijalankan oleh setiap Muslim yang memenuhi syarat.

Allah berfirman:

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
(QS. Al-Baqarah: 183)

Nabi ﷺ juga bersabda:

بُنِيَ الْإِسْلَامُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، وَإِقَامِ الصَّلَاةِ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ، وَحَجِّ الْبَيْتِ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ
“Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, menunaikan haji, dan berpuasa di bulan Ramadhan.”
(HR. Bukhari No. 8, Muslim No. 16)


2. Syarat Wajib Puasa

Tidak semua orang diwajibkan berpuasa. Ada syarat-syarat tertentu agar seseorang wajib menjalankan ibadah puasa, yaitu:

✅ Muslim – Puasa hanya diwajibkan bagi orang Muslim.
✅ Baligh (Dewasa) – Anak kecil belum diwajibkan berpuasa.
✅ Berakal Sehat – Orang yang tidak waras tidak diwajibkan berpuasa.
✅ Sehat – Orang yang sakit berat mendapatkan dispensasi.
✅ Mampu Berpuasa – Tidak sedang dalam kondisi yang membahayakan dirinya.
✅ Bersih dari Haid dan Nifas – Wanita yang sedang haid atau nifas tidak diperbolehkan berpuasa.

a. Muslim

Puasa hanya diwajibkan bagi orang Muslim. Jika seseorang belum masuk Islam, maka ia tidak terkena kewajiban puasa.

Allah berfirman:

وَمَا مَنَعَهُمْ أَن تُقْبَلَ مِنْهُمْ نَفَقَٰتُهُمْ إِلَّآ أَنَّهُمْ كَفَرُوا۟ بِٱللَّهِ وَبِرَسُولِهِۦ
“Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkah mereka, kecuali karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya.”
(QS. At-Taubah: 54)

Namun, jika seseorang masuk Islam di tengah bulan Ramadhan, maka ia wajib berpuasa mulai hari itu.


b. Baligh (Dewasa)

Anak kecil belum diwajibkan berpuasa, tetapi dianjurkan untuk mulai dilatih agar terbiasa sebelum baligh.

Rasulullah ﷺ bersabda:

رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ: عَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ، وَعَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ، وَعَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ
“Pena (pencatat amal) diangkat dari tiga golongan: dari anak kecil sampai ia baligh, dari orang gila sampai ia sadar, dan dari orang yang tidur sampai ia bangun.”
(HR. Abu Dawud No. 4402, Tirmidzi No. 1423, dan Ibnu Majah No. 2041, dishahihkan oleh Al-Albani)

Tanda-tanda seseorang sudah baligh:
✅ Laki-laki → Mimpi basah.
✅ Perempuan → Menstruasi pertama.
✅ Jika belum ada tanda-tanda baligh, maka dianggap baligh pada usia 15 tahun hijriyah.


c. Berakal Sehat

Orang yang kehilangan akal (gila) atau tidak sadar tidak terkena beban syariat, sehingga tidak diwajibkan berpuasa.

Rasulullah ﷺ bersabda:

رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ: عَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ، وَعَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ، وَعَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ
“Pena (pencatat amal) diangkat dari tiga golongan: dari anak kecil sampai ia baligh, dari orang gila sampai ia sadar, dan dari orang yang tidur sampai ia bangun.”
📖 (HR. Abu Dawud No. 4402, Tirmidzi No. 1423, dan Ibnu Majah No. 2041, dishahihkan oleh Al-Albani)

Orang yang mengalami gangguan mental permanen atau kehilangan kesadaran dalam waktu lama tidak diwajibkan berpuasa dan tidak perlu menggantinya. Namun, jika seseorang hanya mengalami hilang kesadaran sementara dan kembali sadar dalam waktu yang cukup, ia tetap wajib berpuasa.


d. Sehat (Tidak Sedang Sakit Parah)

Orang yang sakit berat diberikan keringanan untuk tidak berpuasa, tetapi harus menggantinya di hari lain.

Allah berfirman:

وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌۭ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan, maka (wajib mengganti) sebanyak hari yang ditinggalkan pada hari-hari yang lain.”
(QS. Al-Baqarah: 185)

Orang yang sakit kronis tanpa harapan sembuh, cukup membayar fidyah tanpa perlu mengganti puasa.


e. Mampu Berpuasa

Orang yang terlalu lemah atau memiliki penyakit berat boleh tidak berpuasa dengan membayar fidyah.

Allah berfirman:

وَعَلَى ٱلَّذِينَ يُطِيقُونَهُۥ فِدْيَةٌۭ طَعَامُ مِسْكِينٍۢ
“Dan bagi orang yang berat menjalankannya (karena uzur), wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin.”
(QS. Al-Baqarah: 184)


f. Bersih dari Haid dan Nifas

Wanita yang sedang haid tidak diperbolehkan berpuasa, tetapi harus menggantinya setelah Ramadhan.

Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:

كُنَّا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلَا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلَاةِ
“Kami (para wanita di zaman Rasulullah) diperintahkan untuk mengqadha puasa (yang ditinggalkan saat haid), tetapi tidak diperintahkan untuk mengqadha shalat.”
(HR. Bukhari No. 1951, Muslim No. 335)


3. Dispensasi bagi Orang yang Tidak Bisa Berpuasa

Islam adalah agama yang penuh kemudahan. Oleh karena itu, ada beberapa golongan orang yang mendapatkan keringanan (rukhsah) dalam puasa, sebagaimana firman Allah:

وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌۭ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan, maka (wajib mengganti) sebanyak hari yang ditinggalkan pada hari-hari yang lain.”
(QS. Al-Baqarah: 185)

Ayat ini menunjukkan kemurahan Allah dalam syariat puasa, sehingga orang yang memiliki uzur syar’i diperbolehkan tidak berpuasa dengan ketentuan tertentu.


A. Orang yang Sakit

Orang yang sakit mendapatkan keringanan untuk tidak berpuasa, tetapi ada perincian berdasarkan kondisi sakitnya:

1. Sakit Ringan

✅ Masih wajib berpuasa, karena tidak berpengaruh signifikan terhadap kesehatan.
Contohnya: flu ringan, sakit kepala biasa, atau sakit yang tidak terlalu mengganggu aktivitas.

2. Sakit Berat (Tetapi Bisa Sembuh)

✅ Diperbolehkan tidak berpuasa, tetapi wajib menggantinya (qadha) di hari lain.
Contohnya: sakit demam tinggi, infeksi serius, atau kondisi lain yang jika dipaksakan berpuasa bisa memperburuk keadaan.

3. Sakit Kronis Tanpa Harapan Sembuh

✅ Tidak wajib qadha, tetapi wajib membayar fidyah sebagai gantinya.

Allah berfirman:

وَعَلَى ٱلَّذِينَ يُطِيقُونَهُۥ فِدْيَةٌۭ طَعَامُ مِسْكِينٍۢ
“Dan bagi orang yang berat menjalankannya (karena uzur), wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin.”
(QS. Al-Baqarah: 184)

📌 Fidyah diberikan dengan cara:

  • Memberi makan satu orang miskin untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan.
  • Bentuk fidyah: makanan siap santap atau bahan makanan pokok seperti beras (sekitar 1,5 kg per hari).

Kisah Sahabat tentang Fidyah bagi Orang Sakit

Diriwayatkan bahwa sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ketika sudah lanjut usia dan tidak mampu berpuasa, beliau membayar fidyah dengan memberi makan orang miskin.

كَانَ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ إِذَا ضَعُفَ عَنِ الصِّيَامِ أَفْطَرَ، وَأَطْعَمَ مِسْكِينًا كُلَّ يَوْمٍ
“Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ketika sudah lemah dan tidak mampu berpuasa, beliau berbuka (tidak puasa) dan memberi makan seorang miskin setiap hari.”
(HR. Bukhari secara mu’allaq, Ibnu Abi Syaibah dalam Musannaf-nya 2/457)


B. Musafir (Orang yang Bepergian Jauh)

Orang yang sedang dalam perjalanan jauh (musafir) diberikan keringanan untuk tidak berpuasa, sebagaimana disebutkan dalam ayat:

وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌۭ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan, maka (wajib mengganti) sebanyak hari yang ditinggalkan pada hari-hari yang lain.”
(QS. Al-Baqarah: 185)

Ketentuan Musafir yang Mendapat Keringanan Puasa

✅ Perjalanan harus mencapai jarak minimal 80 km (seperti jarak antara Mekah dan Taif).
✅ Boleh memilih antara tetap berpuasa atau tidak, tergantung kondisi tubuh.

📌 Mana yang lebih utama?

  • Jika tidak merasa berat, lebih baik tetap berpuasa.
  • Jika berat atau menyulitkan, lebih baik berbuka dan menggantinya di lain waktu.

Kisah Sahabat tentang Puasa dalam Perjalanan

Diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:

“Kami pernah bepergian bersama Rasulullah ﷺ di bulan Ramadhan. Ada yang tetap berpuasa dan ada yang berbuka. Orang yang berbuka tidak mencela yang berpuasa, dan yang berpuasa tidak mencela yang berbuka.”
(HR. Bukhari No. 1947, Muslim No. 1115)

Kesimpulan:
📌 Jika kuat, lebih baik tetap berpuasa.
📌 Jika perjalanan berat, lebih baik berbuka dan mengganti di lain waktu.


C. Wanita Hamil dan Menyusui

Wanita hamil dan menyusui juga mendapat keringanan untuk tidak berpuasa, berdasarkan hadis:

إِنَّ اللَّهَ وَضَعَ عَنِ الْمُسَافِرِ الصَّوْمَ وَشَطْرَ الصَّلَاةِ، وَعَنِ الْحُبْلَى وَالْمُرْضِعِ
“Sesungguhnya Allah memberi keringanan bagi musafir untuk tidak berpuasa dan mengqashar shalat, serta bagi wanita hamil dan menyusui untuk tidak berpuasa.”
(HR. Abu Dawud No. 2408, Ibnu Majah No. 1667, dishahihkan oleh Al-Albani)

Pendapat Ulama tentang Qadha dan Fidyah bagi Wanita Hamil/Menyusui

  1. Cukup mengganti (qadha) saja → Pendapat Mazhab Hanafi.
  2. Harus qadha dan membayar fidyah → Pendapat Mazhab Syafi’i dan Hanbali.
  3. Dibedakan:
    • Jika takut bagi diri sendiri → cukup qadha.
    • Jika takut bagi bayinya → qadha + fidyah (Pendapat Ibnu Abbas & Ibnu Umar).

📌 Mana yang lebih kuat?
Pendapat yang lebih kuat adalah qadha saja jika masih mampu, tetapi jika bayinya terancam, maka lebih baik qadha + fidyah.


4. Ancaman bagi yang Sengaja Tidak Berpuasa

Puasa di bulan Ramadhan adalah kewajiban bagi setiap Muslim yang memenuhi syarat. Orang yang sengaja meninggalkan puasa tanpa uzur yang dibenarkan syariat akan mendapatkan ancaman berat, baik di dunia maupun di akhirat.

Allah berfirman:

فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ ٱلشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
“Maka barang siapa di antara kamu yang menyaksikan bulan itu (Ramadhan), hendaklah ia berpuasa.”
(QS. Al-Baqarah: 185)

Berdasarkan ayat ini, puasa Ramadhan adalah perintah wajib yang tidak boleh ditinggalkan tanpa alasan syar’i.


a. Hadis tentang Ancaman bagi yang Sengaja Meninggalkan Puasa

Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ أَفْطَرَ يَوْمًا مِنْ رَمَضَانَ بِغَيْرِ عُذْرٍ وَلَا مَرَضٍ لَمْ يَقْضِهِ صِيَامُ الدَّهْرِ وَإِنْ صَامَهُ
“Barang siapa yang berbuka satu hari di bulan Ramadhan tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat, maka ia tidak akan bisa menggantinya meskipun ia berpuasa sepanjang tahun.”
(HR. Abu Dawud No. 2396, Ibnu Majah No. 1672, dan Tirmidzi No. 723, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib No. 1009)

📌 Makna Hadis:
Hadis ini menunjukkan besarnya dosa orang yang sengaja tidak berpuasa. Bahkan, jika ia mencoba mengganti puasanya dengan berpuasa sepanjang tahun, tetap tidak akan bisa menyamai keutamaan puasa Ramadhan yang telah ia tinggalkan.


b. Ancaman Rasulullah ﷺ bagi yang Meremehkan Puasa

Dalam sebuah hadis panjang yang diriwayatkan oleh Abu Umamah Al-Bahili radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda tentang hukuman bagi orang yang sengaja meninggalkan puasa:

“Aku bermimpi melihat sekelompok orang yang digantung dengan terbalik, rahang mereka robek dan mengeluarkan darah. Aku bertanya kepada Jibril, ‘Siapa mereka?’ Jibril menjawab, ‘Mereka adalah orang-orang yang berbuka (tidak berpuasa) sebelum waktunya tanpa alasan yang dibenarkan dalam Islam.’”
(HR. Ibnu Khuzaimah No. 1986, Baihaqi dalam Syu’ab Al-Iman No. 3547, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib No. 1005)

📌 Makna Hadis:
Hadis ini menggambarkan siksa yang sangat berat bagi mereka yang meremehkan kewajiban puasa, yaitu:
✅ Digantung dengan posisi terbalik → sebagai simbol hukuman berat atas dosa besar.
✅ Mulut mereka mengeluarkan darah → sebagai bentuk siksaan bagi mereka yang sengaja berbuka tanpa uzur.


c. Pendapat Para Ulama tentang Hukuman bagi yang Sengaja Tidak Berpuasa

i. Dosa Besar yang Memerlukan Taubat

Para ulama sepakat bahwa sengaja meninggalkan puasa tanpa alasan yang dibenarkan adalah dosa besar.

Imam Adz-Dzahabi rahimahullah dalam kitabnya Al-Kabair (Dosa-Dosa Besar) berkata:

“Di antara dosa besar yang sangat keji adalah seseorang meninggalkan puasa Ramadhan tanpa alasan yang dibenarkan, baik karena malas atau meremehkannya. Orang seperti ini lebih buruk dari pezina dan pemabuk, bahkan diragukan keislamannya.”
(Al-Kabair, hal. 64)

📌 Kesimpulan:
✅ Sengaja tidak berpuasa termasuk dosa besar.
✅ Dosa ini lebih berat dibandingkan dosa maksiat lainnya seperti zina dan mabuk.

ii. Wajib Mengqadha dan Bertaubat

Menurut pendapat mayoritas ulama:

  • Orang yang sengaja tidak berpuasa wajib bertaubat kepada Allah dengan sungguh-sungguh.
  • Ia juga wajib mengqadha (mengganti) puasanya setelah Ramadhan.

Namun, ada sebagian ulama seperti Imam Malik yang berpendapat bahwa orang yang sengaja meninggalkan puasa tanpa uzur tidak akan bisa menggantinya lagi.


d. Kisah Sahabat tentang Pentingnya Menjaga Puasa

Umar bin Khattab dan Penghormatan terhadap Puasa

Suatu hari, Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu bertanya kepada seseorang yang tidak berpuasa tanpa uzur.

Lalu Umar berkata:

“Celakalah kamu! Jika kamu mati dalam keadaan seperti ini, apa yang akan kamu jawab di hadapan Allah?”
(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Musannaf 2/525, sanadnya hasan)

📌 Pelajaran:
✅ Para sahabat sangat menjaga puasa dan memperingatkan orang yang meninggalkannya tanpa alasan.
✅ Sikap tegas ini menunjukkan bahwa puasa adalah ibadah yang tidak boleh diremehkan.


5. Hukuman di Akhirat bagi yang Sengaja Tidak Berpuasa

Dalam sebuah riwayat dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah ﷺ bersabda:

“Puasa adalah tameng yang akan melindungi seseorang dari siksa neraka. Barang siapa yang meninggalkan puasanya tanpa uzur yang dibenarkan, maka Allah akan menjauhkan rahmat-Nya darinya.”
(HR. Ahmad No. 18617, dishahihkan oleh Al-Arna’uth)

📌 Kesimpulan:
✅ Puasa adalah pelindung dari siksa neraka.
✅ Meninggalkannya tanpa alasan yang dibenarkan akan menjauhkan seseorang dari rahmat Allah.


5. Tanya Jawab Seputar Puasa

A. Bagaimana Jika Seseorang Bekerja Berat dan Tidak Kuat Berpuasa?

Jawaban:
➡️ Sebaiknya tetap mencoba berpuasa. Jika benar-benar tidak mampu, boleh berbuka dan menggantinya di hari lain (qadha).

📌 Dalil:
Allah berfirman:

وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌۭ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan, maka (wajib mengganti) sebanyak hari yang ditinggalkan pada hari-hari yang lain.”
(QS. Al-Baqarah: 185)

Pendapat Ulama:
✅ Mayoritas ulama mengatakan bahwa pekerja berat tidak boleh meninggalkan puasa secara langsung. Ia harus mencoba berpuasa dahulu, kecuali jika benar-benar tidak mampu.
✅ Jika ia bekerja di tempat yang sulit untuk istirahat (misalnya kuli atau pekerja berat lainnya), maka ia boleh berbuka, tetapi wajib mengganti puasanya di hari lain.

📌 Kisah Sahabat:
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata:

“Diberikan keringanan bagi orang yang sangat tua untuk tidak berpuasa, begitu juga bagi pekerja keras, tetapi mereka harus memberi makan orang miskin (fidyah) sebagai gantinya.”
(HR. Abu Dawud No. 2318, dishahihkan oleh Al-Albani)

Islam memberikan pilihan yang lebih baik bagi pekerja berat, yaitu:

✅ Mencari alternatif pekerjaan yang lebih ringan saat Ramadhan.
✅ Menyesuaikan jadwal kerja agar tetap bisa berpuasa.
✅ Jika memungkinkan, mengambil cuti atau bekerja di shift malam agar bisa tetap berpuasa.

Contoh Alternatif Pekerjaan yang Bisa Dijalankan saat Ramadhan:
🔹 Berjualan takjil atau makanan berbuka – Selain mendapat penghasilan, juga mendapat keberkahan berbagi dengan orang lain.
🔹 Menjadi kurir makanan berbuka atau sahur – Bisa membantu masyarakat sambil tetap menjaga ibadah.
🔹 Menawarkan jasa antar barang ringan – Misalnya, menjadi pengantar pesanan kecil atau asisten belanja.
🔹 Menjadi pekerja di toko atau warung makanan – Bisa bekerja di dalam ruangan yang lebih sejuk dan tidak terlalu menguras tenaga.

📌 Kesimpulan:
✅ Jika pekerjaan masih bisa ditoleransi, lebih baik tetap berpuasa.
✅ Jika tidak mampu sama sekali, maka boleh berbuka, tetapi wajib mengganti puasa di hari lain.


B. Apakah Orang Tua yang Sudah Sangat Lemah Tetap Wajib Puasa?

Jawaban:
➡️ Tidak wajib, tetapi harus membayar fidyah.

📌 Dalil:
Allah berfirman:

وَعَلَى ٱلَّذِينَ يُطِيقُونَهُۥ فِدْيَةٌۭ طَعَامُ مِسْكِينٍۢ
“Dan bagi orang yang berat menjalankannya (karena uzur), wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin.”
(QS. Al-Baqarah: 184)

📌 Pendapat Ulama:
✅ Imam An-Nawawi rahimahullah berkata:

“Orang tua yang tidak mampu berpuasa tidak wajib berpuasa dan tidak wajib mengqadhanya. Akan tetapi, ia wajib memberi makan satu orang miskin untuk setiap hari yang ia tinggalkan.”
(Syarh Shahih Muslim, 8/39)

📌 Kisah Sahabat:
Diriwayatkan bahwa Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ketika sudah lanjut usia dan tidak mampu berpuasa, beliau membayar fidyah dengan memberi makan orang miskin.

كَانَ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ إِذَا ضَعُفَ عَنِ الصِّيَامِ أَفْطَرَ، وَأَطْعَمَ مِسْكِينًا كُلَّ يَوْمٍ
“Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ketika sudah lemah dan tidak mampu berpuasa, beliau berbuka (tidak puasa) dan memberi makan seorang miskin setiap hari.”
(HR. Bukhari secara mu’allaq, Ibnu Abi Syaibah dalam Musannaf-nya 2/457)

📌 Kesimpulan:
✅ Orang tua yang sangat lemah dan tidak mampu berpuasa tidak wajib berpuasa dan cukup membayar fidyah.
✅ Fidyah diberikan dengan cara memberi makan satu orang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan.


C. Bagaimana Jika Wanita Haid Meminum Obat agar Bisa Tetap Berpuasa?

Jawaban:
➡️ Hal ini tidak dianjurkan, karena bisa berdampak pada kesehatan. Jika haid datang secara alami, maka lebih baik mengikuti hukum Islam dan menggantinya di hari lain.

📌 Dalil:
Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:

كُنَّا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلَا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلَاةِ
“Kami (para wanita di zaman Rasulullah) diperintahkan untuk mengqadha puasa (yang ditinggalkan saat haid), tetapi tidak diperintahkan untuk mengqadha shalat.”
(HR. Bukhari No. 1951, Muslim No. 335)

📌 Pendapat Ulama:
✅ Mayoritas ulama sepakat bahwa tidak dianjurkan bagi wanita untuk minum obat agar menunda haid demi tetap berpuasa, karena bisa mengganggu kesehatan.
✅ Jika tetap ingin minum obat, maka harus konsultasi dengan dokter terlebih dahulu.

📌 Kesimpulan:
✅ Lebih baik membiarkan haid datang secara alami dan mengganti puasa setelah Ramadhan.
✅ Jika tetap ingin minum obat, harus ada konsultasi medis terlebih dahulu.


D. Jika Seseorang Meninggal Dunia dan Masih Memiliki Utang Puasa, Apa yang Harus Dilakukan?

Jawaban:
➡️ Jika memungkinkan, ahli warisnya boleh berpuasa untuk menggantinya. Jika tidak, maka cukup membayar fidyah.

📌 Dalil:
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ
“Barang siapa meninggal dunia dan masih memiliki utang puasa, maka walinya harus berpuasa untuknya.”
(HR. Bukhari No. 1952, Muslim No. 1147)

📌 Pendapat Ulama:
✅ Mayoritas ulama (Hanafi, Maliki, dan Hanbali) berpendapat bahwa lebih utama bagi keluarga untuk menggantikan puasa tersebut.
✅ Mazhab Syafi’i mengatakan bahwa tidak wajib bagi keluarga menggantinya, tetapi cukup membayar fidyah.

📌 Kisah Sahabat:
Diriwayatkan bahwa seorang wanita bertanya kepada Rasulullah ﷺ tentang ibunya yang meninggal dalam keadaan masih memiliki utang puasa. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Bagaimana menurutmu jika ibumu memiliki utang, apakah kamu akan membayarnya?”
Wanita itu menjawab, “Ya.”
Rasulullah ﷺ bersabda, “Maka utang kepada Allah lebih berhak untuk dibayarkan.”
(HR. Bukhari No. 1953, Muslim No. 1148)

📌 Kesimpulan:
✅ Jika keluarga mampu, lebih baik mengganti puasa almarhum.
✅ Jika tidak mampu, cukup membayar fidyah.

Kesimpulan Kajian tentang Puasa dalam Islam

✅ Puasa adalah kewajiban bagi setiap Muslim yang memenuhi syarat, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an dan hadis Nabi ﷺ.
✅ Islam memberikan keringanan bagi orang yang memiliki uzur syar’i, seperti orang sakit, musafir, wanita hamil/menyusui, serta orang tua yang sudah tidak mampu berpuasa.
✅ Pekerja berat dianjurkan mencari alternatif pekerjaan yang lebih ringan selama Ramadhan, agar tetap bisa menjalankan ibadah puasa dengan baik.
✅ Meninggalkan puasa tanpa alasan syar’i merupakan dosa besar, dan ada ancaman berat di dunia serta akhirat bagi yang meremehkannya.
✅ Bagi yang meninggal dunia dalam keadaan masih memiliki utang puasa, ahli warisnya disunnahkan menggantinya atau cukup membayar fidyah.
✅ Puasa memiliki banyak keutamaan, seperti sebagai perisai dari siksa neraka, sebagai penghapus dosa, serta mendapatkan pintu khusus di surga, yaitu Ar-Rayyan.


Posted

in

by

Tags:

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *